Teori Komunikasi Politik Sunni
Serial diskusi ke empat (21/12) Prodi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) membahas tentang Komunikasi Politik Sunni. Tema ini dibawakan oleh Syamsul Yakin yang juga merupakan pengajar tetap pada prodi MKPI.
Dalam paparan yang dihadiri oleh akademisi (Mahasiswa dan Dosen) di lingkungan FDIKOM UIN Jakarta, Syamsul Yakin menjelaskan bahwa, “Politik Sunni merupakan respons atas pemikiran dan gerakan dari politik Syi’ah, sehingga bisa dikatakan tidak otentik”. Bahkan sejak Al-Farabi, Mawardi, Al Gazali, Ibn Taimiyah, pemikiran politik sunni yang dihasilkan lebih bersifat normatif semata.
Presentasi politik Sunni yang berbasis pada pemikiran Al Ghazali bisa dilihat pada Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Saljuk, di mana kedua dinasti tersebut menjalankan berbagai prinsip yang disampaikan oleh Al Ghazali dalam berbagai karyanya.
Secara komunikasi politik, apa yang disampaikan oleh Al Ghazali, demikian diulas oleh Ketua Prodi S2 KPI Tantan Hermansah, sangat memenuhi unsur-unsur teori dasar dari komunikasi politik. Antara lain, terdapat pengaruh media, agenda setting, pengelolaan informasi, fungsi memberikan pengaruh, partisipasi politik, serta penjelasan relasi elite dengan massa.
Diskusi semakin melebar ketika konteks pemikiran yang disampaikan oleh Al Ghazali dikaitkan dengan fenomena politik terkini. Pemateri menyampaikan bahwa di antara prinsip politik kaum Sunni adalah “mendapatkan semua; maka jangan sampai kehilangan semua”.
Tentu saja hal ini cukup mengundang banyak pertanyaan kritis dari para audiens, karena para pelaku politik hari ini banyak mempraktikkan model politik kaum Sunni ini. Diskusi ini sengaja dikembangkan untuk mendorong agar mahasiswa, terutama mereka yang belajar di magister KPI UIN Jakarta mendapatkan inspirasi yang sifatnya teoritis dan bersumber dari beragam pemikiran yang sudah lama tumbuh dalam tradisi Islam. Tantan Hermansah juga mengharapkan bahwa kontribusi dari diskusi ini tentu diarahkan untuk membantu mahasiswa mencapai kelulusan tepat waktu. [TH]