“Saat jempol bergerak tanpa kendali-Hoax mengalir tanpa henti”
Auditorium Utama, FIDIKOM Online—"Orang cerdas jadi nampak beringas, orang berilmu terjebak saling berseteru, dan orang berbudi dicaci-maki. Jempol tangan bergerak tanpa kendali, mengamini setiap info tanpa verifikasi, lalu menyebarkannya seolah semua orang harus peduli. Hal demikian bukan saja menghancurkan persahabatan tapi juga memundurkan peradaban,". Hal ini disampaikan Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifudin saat memberi Keynote Speech dalam Seminar Nasional dengan tema “Hoax di Media Massa dan Media Sosial: Pergulatan antara Fitnah dan Tanggung Jawab Sosial”, yang diselenggarakan oleh Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selasa (07/03). Turut hadir sebagai narasumber, Dra. Rosarita Niken Widyastuti, M.Si (Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika), Imam Wahyudi (DewanPers), NukmanLuthfie (Pakar Teknologi Informasidan Media Sosial). Maraknya informasi palsu alias bohong (hoax) di berbagai media sosial menjadi perhatian utama Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Niken menyampaikan ajakan kepada pers untuk turut menyikapi fenomena meresahkan itu. Pers menjadi kekuatan keempat (fourth estate) dalam pilar demokrasi selain legislatif, eksekutif, dan yudikatif. “Pers merupakan tempat masyarakat menyampaikan aspirasi sehingga kebebasan tentunya mendapatkan tempat yang terhormat melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak generasi muda untuk menyebarkan ataupun mengunggah konten dan informasi yang positif ke media sosial. Hal itu dilakukan agar konten dan informasi negatif perlahan-lahan bisa berkurang.” Hoax harus diperangi, “Mari kita perangi Hoax dengan menerapkan Jurnalisme Verifikasi, Jurnalisme Pernyataan, Jurnalisme Pengukuhan dan Jurnalisme Kepentingan” tutur Imam dalam seminar yang dihadiri ribuan civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan peserta yang berasal dari Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (ASKOPIS) Se-Indonesia. Sementara itu, Nukman memandang bahwa Media Mainstream harusnya menjadi rujukan “Kebenaran”. Fenomena Hoax dapat terjadi karena sebagian besar publik tak bisa membedakan informasi bohong, maka salah satu kuncinya adalah meningkatkan literasi informasi, media dan media social. (MNH)