Regenerasi Ormawa Fdikom 2022, Ketua Sema-F : Jadilah Individu yang Otentik
Jakarta, 20 Juni 2022. Prodi Magister Manajemen Dakwah menyelenggarakan Seminar Internasional 1ST International Conference on Da’wah Management (ICONDAMA) dengan Tema “Zakat, Infaq, Sadaqah, and Waqf (ZISWAF) for the People Empowerment”. Seminar ini diawali dengan sambutan dari Ketua Prodi Magister Manajemen sekaligus Ketua Panitia Pelaksanaan Seminar yaitu Dr. Hamidullah Mahmud, MA, beliau menyampaikan bahwa “seminar internasional ini merupakan seminar keberlanjutan yang dapat memberikan nilai tambah kepada mahasiswa terutama mahasiswa magister manajemen dan disamping itu sebagai ajang promosi hadirnya Magister Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (fdikom) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang merupakan pertama kali nya berdiri prodi magister manajemen dakwah di PTKIN se-Indonesia”.
Seminar ini dibuka oleh Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yaitu Suparto, M.Ed., Ph.D. yang menyampaikan bahwa seminar internasional ini merupakan momen yang bersejarah bagi fdikom karena Bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa Arab dan Bahasa Inggris dan beliau mengharapkan bagi perserta dalam menambah pengetahuan tentang pengeloaan Lembaga zakat dan wakaf yang ada.
Moderator dalam seminar kali ini adalah Muhammad Firdaus, BA., MA., Ph.D. Pembicara pertama adalah Dr. Fathalla Mohammed Fathalla Zekyzak dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir yang menyampaikan bahwa Zakat adalah kewajiban agama, pilar sosial yang dengannya mensucikan jiwa, kekayaan meningkat dan keberkahan yang di lipat gandakan. Adapun kewajiban bagi orang yang tidak mampu, seperti anak kecil dan orang gila, terjadi perbedaan pendapat para fuqaha. Dan pendapat yang di unggulkan ialah bahwa zakat diwajibkan keatas orang gila dan anak kecil; Karena pada perintah kewajiban zakat menitik beratkan pada jumlah kekayaan, bukan dari sisi kepribadian atau karakter seseorang.
Hukum Zakat belum diatur secara perundang-undangan pada masa awal Islam, legalitsa hukum yang mengatur zakat dari segi pengumpulan, pengeluaran, dan pengelolaannya belum terbentuk sebagaimana halnya perkemabangan islam dewasa ini. Maka, pada saat ini terbetuknya regulasi yang megatur sistem pengumpulan, pengeluaran, dan pengelolaannya zakat sesuai dengan nash Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad Shallahu a’laihi wasalam, merujuk pada banyaknya lembaga dan organisasi pengelolaan zakat dan wakaf yang bertujuan mensejahterakan ummat, bangsa dan Negara, dimana memperhatiakan kebetuhan dari berbagai aspeknya, seperti sisi spiritualitas, ekonomi, sosial dan moral.
Pembicara kedua adalah Ir. H. Muhammad Nadratuzzaman Hosen., Ph.D. dari Komisioner BAZNAS RI menyampaikan tentang Dalam Islam, zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf (ZISWAF) telah diakui memiliki peran yang signifikan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. ZISWAF telah terbukti berperan penting bagi kesejahteraan masyarakat. Dari segi sosial ekonomi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa zakat dan wakaf berperan penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta membiayai fasilitas umum bagi masyarakat berpenghasilan rendah termasuk kesehatan dan pendidikan. Dalam konteks Indonesia, ZISWAF memiliki potensi yang tinggi. Oleh karena itu, ZISWAF tentunya dapat menjadi bantuan bagi negara untuk program kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. ZISWAF juga bisa memberdayakan ummat/masyarakat. Islam bukan hanya memperhatikan sisi spiritual sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an (QS 9: 103), Melaikan berorientasi pada penghasilan yang Halal & berkah, beretika kerja positif, motivasi untuk melakukan perbuatan baik, dibersihkan dari penyakit ruhani, seperti syirik (QS 41:6-7) dan menimbulkan dan merasakan penyesalan jika tidak terpenuhi setiap kebaikan-kebaikan (QS 63:10). Islam juga sangat memperhatikan kestabilan sosial, menumbuhkan solidaritas dan persaudaraan antar umat beragama sebagaimana di jelaskan dalam al-Qur’an (QS 9:71). Mewujudkan sakinah antar individu, keluarga dan masyarakat. Menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menyayangi. Penguatan ketahanan sosial masyarakat. Islam meperhatikan aktivitas ekonomi, melarang adanya interaksi ribawi dalam ekonomi, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an (QS 30:39 dan QS 2:276), Mendorong pertumbuhan melalui pemerataan (fairness economic) Instrumen pengurangan kemiskinan dan penciptaan kesejahteraan).
Pembicara ketiga adalah Dr. Cemal Sahin dari Presiden Hayrat Foundation Indonesia menyampaikan mengenai Islam tidak mengenal kasta sosial kemasyarakatan berlandaskan kekayaan harta benda seseorang, Adayanya masyarakat kaya dan miskin merupakan sunnatullah sebagaimana di jelaskan dalam al-Qur’an yang artinya: dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah ?. Dalam ayat di atas menjelaskan salah satu dasar Ukhuwah dan Persamaaan dalam Islam ialah berbagi dan meringankan kesulitan saudaranya. Berbagi dengan cara berinfaq, bersedekah, berzakat dan berwakaf merupakan tanda bagi mereka yang mensyukuri nikmat yang telah Allah karuniakan kepadanya, ianya juga sebagai bentuk pembuktian taqorrub penghambaan seseorang kepada Allah.
Pembicara terakhir adalah Ahmad Pranggono dari CORDOFA (Corf Dai Dompet Dhufa) yang menyampaikan tentang dengan optimalisasi penggunaan dana zakat untuk program yang menyasar community development dan dalam rangka mengambil peran penguatan dakwah Bersama dengan Lembaga dakwah lainnya yang lebih senior, Dompet Dhuafa memilih untuk melakukan dakwah transformative melalui pemberdayaan masyarakat. Dengan model pendekatan inilah diharapkan untuk meningkatkan kualitas umat, melalui cara yang lebih komprehensif, billisaan, bilhaal, bilqolam, dan bil hikmah.
Dakwah transformative Model dakwah yang memosisikan dai tidak hanya mengandalkan pemberian materi keagamaan dan lainnya secara verbal (konvensional), tetapi berperan dalam memenuhi kebutuhan dasar (basic need) hingga ragam problematika masyarakat dengan melakukan proses manajerial, pendampingan secara langsung, dan bersama umat sebagai problem solver.
Profil dai transformative adalah Dai memiliki kemampuan berbagai aspek yang dibutuhkan umat: agama, ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, ekonomi hingga budaya sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki. Serta, mampu mengelolanya demi peningkatan kualitas sendi-sendi hidup dan kehidupan hari dan selanjutnya.
Mengapa perlu melakukan model ini ? Di antara jawabannya adalah karena mengena pada sasaran, menaikkan taraf ilmu, mental, ekonomi, value dan spiritual, serta menjawab kebutuhan madú. Oleh karena itu dakwah ini wajib memiliki kode etiknya yaitu :
- Memposisikan diri sebagai pelayan umat
- Problem solver dan agen perubahan sosial
- Berdakwah dengan urf solih dengan menyadari kearifan local
- Kolaborator kebaikan dengan melibatkan dukungan banyak pihak