PSI, Kendaraan Politik Jokowi?
Partai Solidaritas Indonesia, atau PSI, kembali menjadi sorotan publik. Banyak pihak mempertanyakan: benarkah PSI kini menjadi kendaraan politik bagi Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo?
Menurut pengamat komunikasi politik, Prof. Gun Gun Herianto, keberadaan PSI memang bisa dibaca sebagai strategi politik Jokowi untuk tetap memiliki pengaruh setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Dalam teori komunikasi politik, langkah ini disebut sebagai politik asosiatif, di mana figur tetap menjadi jangkar bagi partai.
PSI sendiri kini dipimpin oleh generasi muda, dengan Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, sebagai ketua umum. Hal ini memperkuat asumsi bahwa Jokowi sedang menyiapkan warisan politik yang akan berlanjut melalui anak-anaknya dan partai politik baru.
Namun, apakah benar PSI hanya akan menjadi kendaraan politik Jokowi? Atau justru tumbuh sebagai partai alternatif yang merepresentasikan suara anak muda? Di tengah sistem multipartai Indonesia, PSI bisa berperan sebagai king maker dalam membangun koalisi atau sekadar menjadi pendukung loyal pemerintah.
Publik pun terbelah. Ada yang melihat PSI sebagai simbol regenerasi politik nasional, tetapi ada pula yang menilai partai ini tidak lebih dari perpanjangan tangan Jokowi di panggung politik pasca kekuasaannya.
Satu hal yang pasti, perjalanan PSI masih panjang. Apakah benar partai ini akan menjadi kendaraan politik Jokowi, atau justru menemukan identitasnya sendiri, akan sangat ditentukan oleh strategi, konsistensi, dan kepercayaan publik di masa mendatang.