Prodi Kesejahteraan Sosial FDIK UIN Jakarta Berpartisipasi dalam Kegiatan Seminar dan Kongres XI ASPEKSI di USU Medan
Medan, Asosiasi Pendidikan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial Indonesia (ASPEKSI) menyelenggarakan kegiatan Seminar Nasional dengan tema “Sinergitas pilar-pilar pekerjaan social untuk pembangunan kesejahteraan social di Indonesia”. Seminar yang dilakukan dari tanggal 3 sd 6 Desember 2024 dihadiri oleh utusan dari 32 perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan kesejahteraan dan pekerjaan social di Indonesia yang tergabung dalam ASPEKSI. Seminar dilaksanakan di Ruang IMT-GT Biro Rektor USU, Universitas Sumatera Utara, Medan. Kegiatan ini juga akan dilanjutkan dengan pelaksanaan Kongres XI Asosiasi Pendidikan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial Indonesia (ASPEKSI) untuk menandakan masa berakhirnya periode kepengurusan 2022-2024 dan pemilihan masa pengurusan periode selanjutnya. Dekan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU dalam sambutannya saat membuka kegiatan seminar menyatakan bahwa calon sarjana dari program studi kesejahteraan social dan pekerjaan social sangat dibutuhkan di masyarakat. Ketua ASPEKSI, Prof. Oman Sukmana berterima kasih kepada Prodi Kesejahteraan Sosial Universitas Sumatera Utara (USU) yang berkenan menjadi tuan rumah kegiatan seminar dan kongres.
Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta mengutus Ahmad Zaky, M.Si, selaku ketua ketua program studi dan Dr. Siti Napsiyah, MSW, sebagai Sekrtearis ASPEKSI untuk berpartisipasi akktif dalam kegiatan ini.
Kegiatan ini dilakukan untuk mempertegas posisi, peran dan fungsi Profesi Pekerja social di era digital. Sebagai pembicara kunci, Prof. Bambang Shergi Laksmono, Ketua Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI) mengajak peserta seminar untuk memikirkan dan merefleksikan 3 (tiga) isu utama yang harus dihadapi oleh profesi pekerja social di Indonesia. Pertama, Ia menyatakan bahwa banyak profesi yang akan digeser perannya oleh AI, seperi akuntansi, dan lain-lain.
Apakah AI akan menggerus profesi pekerja social? System aplikasi digital akan mampu menggerakkan rekognisi. Identifikasi data penerima bantuan social melalui digitalisasi. Yang pasti profesi pekerja social tidak akan tergantikan karena peran yang dilakukan adalah terkait dengan penjalinan relasi kemanusiaan. Namun Ia sangat optimis ke depan profesi pekerja social yang tidak akan digantikan perannya oleh Artificial Intelligence. Konsekwensinya adalah adanya tuntutan profesionalisme. Hal ini karena sistem tanpa kapabilitas tak akan berarti bahkan akan menghamburkan dana.
Isu kedua adalah akuntabilitas sumber daya manusia (SDM) pekerja social yang diproduksi oleh perguruan tinggi. Menurutnya kegiatan seminar yang dihadiri oleh para pendidik pekerjaan social dan kesejahteraan social ini sangat penting diselenggarakan sebagai penguatan kapasitas dalam rangka membuktikan akuntabilitas calon profesi bidang kesejahteraan social.
Ketiga yang harus bahas lebih lanjut adalah fenomena pergeseran pelayanan social direduksi sekarang dalam bentuk bantuan social. Anggaran yang besar untuk program pelayanan social, rehabilitasi social, dan bantuan social. Jangan sampai masyarakat melabeli kita sebagai petugas distribusi bantuan social saja.
Pengurus Baru periode 2024-2027 Dr. Rudi Darwis, M.Si sebagai ketua dan Dr. Siti Napsiyah, MSW, sebagai wakil ketua 1 menyampaikan komitmen kepengurusan asosiasi ini untuk memberikan dukungan bagi perguruan tinggi penyelenggara prodi Kessos di Universitas Islam Negeri (UIN) di bawah Kementerian Agama (Kemenag).
Kongres XI juga menyepakati perubahan nama perkumpulan menjadi Asosiasi Pendidikan Kesejahteraan dan Pekerjaan Sosial Indonesia, disingkat APKPSI. Hal ini merujuk pada Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0011638.AH.01.07.Tahun 2022 Tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan Asosiasi Pendidikan Kesejahteraan dan Pekerjaan Sosial Indonesia.
Ditanya tentang perubahan nama ini, peserta Kongres, Ahmad Zaky, M.Si. mengatakan “Kalau sudah keputusan dan tertuang di notaris kami patuh ikuti sebutan baru”. Begitupun dengan komentar Dr. Urip Wahyudin dari Cendrawasih Papua dan Juli Astutik dari Universitas Muhammadiyah Malang serempak mengatakan “kita harus terbiasa dan membiasakan dengan sebutan baru APKPSI”.