Prabowo: Tindak Tegas Pelaku Anarkistis
Prabowo: Tindak Tegas Pelaku Anarkistis

Situasi politik dan sosial Indonesia tengah diwarnai dinamika yang cukup genting. Presiden Prabowo Subianto bahkan membatalkan agenda kunjungan ke Tiongkok demi memastikan stabilitas dalam negeri, menyusul seruan aksi massa pada 1–3 September. Presiden menegaskan bahwa aspirasi rakyat adalah bagian dari demokrasi, namun aksi anarkis harus ditindak tegas sesuai koridor hukum.

Dalam diskusi publik yang menghadirkan sejumlah narasumber, termasuk Prof. Gun Gun Heryanto, M.Si., Guru Besar FDIKOM UIN Jakarta, disoroti bahwa gejolak ini berakar pada ketidakadilan, ketidakpastian, dan ketidaknyamanan yang terus menumpuk. Prof. Gun Gun menyebut, ketidakpekaan elit politik dalam komunikasi publik menjadi pemicu yang memperbesar jurang antara rakyat dan penguasa. “Sensitivitas retoris pejabat publik itu penting. Kalau salah langkah, ucapan bisa jadi bensin yang menyulut api keresahan,” jelasnya.

Menurut Prof. Gun Gun, pidato Presiden Prabowo pasca pertemuan dengan partai politik dan ormas penting setidaknya memuat dua elemen. Pertama, komitmen jangka pendek berupa moratorium kunjungan kerja luar negeri dan penonaktifan sejumlah anggota DPR yang menuai kontroversi. Kedua, penegasan supremasi hukum terhadap tindakan anarkistis. Namun ia mengingatkan agar kebijakan tersebut ditindaklanjuti dengan jelas, tidak berhenti pada retorika yang menimbulkan kekecewaan baru.

Lebih lanjut, Prof. Gun Gun menekankan pentingnya membuka ruang dialog deliberatif dengan lima elemen utama: partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan atau NGO, media massa, serta tokoh masyarakat yang memiliki basis massa luas. “Kalau komunikasi hanya bertumpu pada elit politik, trust publik rendah. Harus ada model komunikasi dua arah yang inklusif agar aspirasi rakyat betul-betul tersampaikan,” paparnya.

Ia juga mengingatkan agar aparat tidak terjebak dalam pendekatan koersif yang justru dapat memantik masalah baru. Sebaliknya, pola pengendalian massa harus mengedepankan dialog, bukan represi. “Pernyataan satu arah sudah tidak efektif. Sekarang waktunya komunikasi resiprokal yang membuka ruang partisipasi. Dengan begitu, tensi bisa diturunkan tanpa harus mengorbankan kepercayaan publik,” pungkas Prof. Gun Gun.

Sumber: https://youtu.be/cVqQKgHSyR0?si=j46zmtp7kRwxtyeo