Perludem Gandeng FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menggelar Seminar Nasional "Evaluasi Pemilu 2024: Menatap Masa Depan Demokrasi
Perludem Gandeng FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menggelar Seminar Nasional "Evaluasi Pemilu 2024: Menatap Masa Depan Demokrasi

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM) UIN Syarif Hidayaullah Jakarta, dan P2KM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan Seminar Nasional Election Fest pada 19 Maret 2024. Acara ini bertujuan untuk menggali pemikiran-pemikiran kritis dalam mengevaluasi jalannya pemilu 2024 serta mengarahkan perubahan demi masa depan demokrasi di Indonesia.

Narasumber dari berbagai latar belakang politik turut hadir dalam acara ini, seperti Manik Margana Mahendra dari Partai Perindo, Farah Savira dari Partai Golkar, dan Gustie Arief dari Partai Nasdem. Mereka menyampaikan pandangan-pandangan yang mendalam mengenai tantangan dan solusi dalam proses pemilu.

Salah satu narasumber, Gustie Arief, menyoroti ketatnya persaingan dalam dunia politik Indonesia.

"Politik di Indonesia ini kejam, kalau tidak kuat kantong dan mental pasti tidak akan jadi," ujar Gustie, menggambarkan tantangan yang dihadapi dalam menggeluti dunia politik.

Ia juga menekankan pentingnya untuk speak up dan menyuarakan masalah-masalah yang terjadi sebagai langkah awal menuju perubahan.

Sementara itu, Farah Savira menekankan bahwa Pemilu Legislatif (Pileg) kurang mendapat sorotan yang memadai baik dari media maupun sistem.

"Sehingga ratusan caleg di DKI Jakarta dan ribuan dari daerah lainnya, baik DPR RI, DPRD provinsi maupun DPRD kota mengalami struggle baik secara intenal maupun di masyarakat.”

Lulusan Indiana University Bloomington, Amerika Serikat tersebut juga menambahkan.

 "Kesulitan sekali menjangkau pemilih, kurangnya liputan media, dan kurangnya kesadaran publik tentang pentingnya anggota DPRD," ujar Farah, menggarisbawahi beberapa tantangan yang dihadapi dalam proses pemilu.

Di sisi lain, Manik Margana Mahendra menegaskan berpolitik adalah pilihan.

"Sekalipun banyak orang bilang politik itu kotor, namun akan selalu ada orang yang duduk di kursi tersebut, dan mereka akan membuat kebijakan yang berhubungan dengan kehidupan kita setiap hari" ujarnya, menekankan pentingnya perubahan dalam paradigma politik.

Mantan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia 2019-2020 tersebut juga mengatakan kesulitan dalam menyampaikan gagasan dan ide-ide baru karena banyak masyarakat yang masih terpaku pada pola pikir lama.

"Kesulitan sering muncul dalam mengangkat gagasan karena masyarakat telah lama terbiasa dengan praktik di mana seseorang menawarkan uang untuk memperoleh suara di TPS," jelas Manik.

Mahendra juga menekankan politik bukan hanya soal menawarkan program-program unggulan.

"Pada akhirnya, politik adalah gagasan kerja dua arah. Satu politisi yang bijak, memperkenalkan dan menjual gagasannya, kedua ketika masyarakatnya yang bijak mau mengkonsumsinya. Kalau tidak ada salah satu diantaranya, maka selamanya politik substansial kita tidak bisa naik level," tandas Manik.

Dekan FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Gun Gun Heryanto, menyoroti peran penting partai politik dalam menentukan arah demokrasi di Indonesia.

“Partai politik memiliki peran vital dalam melakukan recruitment, distribusi, dan alokasi orang ke posisi-posisi penting dalam pemerintahan,” ujarnya, menekankan pentingnya peran partai politik dalam menentukan arah politik negara.

Pakar komunikasi politik tersebut juga menyampaikan pentingnya menjaga keseimbangan kekuatan di dalam demokrasi. Ia menekankan bahwa negara harus hadir di luar kepentingan politik yang sempit.

“Negara harus hadir melampau kepentingan-kepentingan imparsial, bagi 3 cabang kekuasaan termasuk eksekutif, legislatif, dan terutama yudikatif.”

Dalam pernyataannya, ia menekankan bahwa ketika anggaran negara terlalu besar untuk kepentingan politik, maka dapat terjadi penyalahgunaan alokasi anggaran negara untuk kepentingan politik.

"Politik kita terbiasa menggunakan alokasi anggaran negara oleh mereka yang memiliki akses kuasa anggaran untuk kemudian dimanfaatkan sebagai cara persuasi," ungkap Gun Gun Heryanto. Ia menyampaikan bahwa hal ini seringkali dilakukan dengan memanfaatkan isu-isu yang sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat umum, seperti isu kesejahteraan dan bansos.

Pakar komunikasi politik ini juga menyoroti bahaya dari praktik politik yang mengarah pada "pay of idea" dalam komunikasi politik, di mana ide-ide pemilih dipengaruhi dengan cara yang tidak selalu tepat. "Hal ini tidak boleh terus menerus terjadi," tegasnya.

Gun Gun juga memberikan wawasan yang menarik mengenai dampak dari kesadaran pemilih terhadap money politik dalam pemilu.

"Semakin banyak pemilih awam, pasti money politiknya semakin menguap," ujar Gun Gun dengan tegas. Pernyataannya menggarisbawahi bahwa kesadaran pemilih yang lebih tinggi akan mengurangi pengaruh money politik dalam proses pemilu.

Lebih lanjut, Gun Gun mengungkapkan keyakinannya bahwa pemberdayaan para pemilih merupakan salah satu solusi jangka panjang dalam mengatasi persoalan money politik.

"Dengan berdayanya para pemilih, akan mengeliminasi potensi-potensi persoalan berulang seperti money politik atau pembelian suara," tegasnya.

Pernyataan tersebut menyoroti pentingnya peran pemilih dalam memastikan integritas dan transparansi dalam proses pemilu. Bukan hanya sekadar menjadi objek mobilisasi politik, pemilih yang sadar akan menjadi agen perubahan yang mampu menekan praktik-praktik yang merusak demokrasi.

"Dalam konteks partisipasi pemilih, penting untuk dipahami bahwa ukuran keberhasilan pemilu bukan hanya jumlah kuantitas pemilih namun juga kualitasnya," paparnya.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirotunnisa N Agustyaty, menambahkan perspektif mengenai evaluasi hukum pemilu dan peran lembaga seperti Bawaslu.

"Model sistem yang kita pilih ini berdampak pada tata kelola nya, manajemen pemilu tidak bisa dipisahkan," ujarnya, menekankan pentingnya reformasi dalam sistem pemilu dan penegakan hukum yang efektif.

Dari diskusi yang digelar dalam seminar ini, terlihat bahwa evaluasi pemilu tidak hanya sebatas menghitung suara, tetapi juga merumuskan langkah-langkah konkrit untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Dengan kolaborasi antara berbagai pihak terkait, diharapkan akan lahir solusi-solusi inovatif yang dapat membawa perubahan positif bagi masa depan politik Indonesia. [Penulis : Latifahtul Jannah]