New Future Disaser Management Center (NFDMC) Goes To Campus Dewan Eksekutif Mahasiswa (EMA) Fakultas Kakwah dan Ilmu Komunikasi (fdikom) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masa Bakti 2025
Jakarta, 17 Juni 2025, Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (DEMA FDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah menyelenggarakan kegiatan talkshow bertajuk “NFDMC Goes to Campus”. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara DEMA FDIKOM dengan National Focal Point for Disaster Management & Climate Change (NFDMC) yang bertujuan untuk mengenalkan lebih dalam peran strategis sektor kemanusiaan dan kebencanaan kepada mahasiswa. Kegiatan dimulai pukul 09.00 WIB dengan registrasi peserta yang dilakukan secara tertib dan lancar.
Tepat pukul 09.10 WIB, acara dibuka secara resmi oleh Master of Ceremony yaitu Rukshsana Amelia dan Fikri Lil Hawadits. Rangkaian pembukaan diawali dengan tadarus Al- Qur’an oleh Fathan Nasron, dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Hymne Dakwah, dan Mars Dakwah yang dipandu oleh Sabrina Nur. Suasana pembukaan berlangsung khidmat dan membangkitkan semangat seluruh peserta untuk mengikuti acara hingga selesai.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Plt. Ketua Umum DEMA FDIKOM 2025, Mh. Khafidz Al Banan, yang menyampaikan bahwa kolaborasi antara DEMA FDIKOM dan NFDMC merupakan salah satu terobosan baru di lingkungan FDIKOM, karena untuk pertama kalinya membahas secara menyeluruh isu kebencanaan mulai dari fase prabencana, saat bencana terjadi, hingga tahap pemulihan pascabencana serta bagaimana pemuda dapat mengambil peran dalam setiap tahapan tersebut, dari siaga menuju waspada, dan akhirnya menjadi agen perubahan yang siap dan tangguh. Harapannya, kegiatan ini bisa membuka jalan bagi keterlibatan mahasiswa dalam gerakan sosial yang terorganisir dan berbasis nilai kemanusiaan.
Sambutan berikutnya disampaikan oleh Ilham Nurdiansyah, Ketua Umum SEMA FDIKOM 2025, yang menyoroti pentingnya relevansi kegiatan ini dengan Program Studi Kesejahteraan Sosial. Menurutnya, isu kebencanaan tidak dapat dilepaskan dari upaya pemulihan sosial, penguatan kapasitas masyarakat, hingga intervensi psikososial. Oleh karena itu, mahasiswa kesejahteraan sosial memiliki peran penting dalam menjembatani kebutuhan masyarakat terdampak dengan kebijakan dan program yang lebih manusiawi, adil, dan berbasis komunitas.
Pukul 09.40 WIB, Moderator Fahmi Khaizuran memperkenalkan dua narasumber yang menjadi pembicara utama dalam sesi talkshow, yaitu Bapak Novi Hardian, seorang praktisi pengelola proyek sosial, dan Mba Rizkia Nurinayanti, yang aktif dalam isu kebencanaan dan kerja-kerja kemanusiaan. Talkshow dimulai pukul 09.45 WIB dan berlangsung selama 40 menit. Talkshow yang telah terlaksana ini mengangkat tema besar seputar peran-peran strategis di sektor kemanusiaan atau NGO (Non-Governmental Organization), dengan tujuan untuk membuka wawasan peserta mengenai pentingnya keberadaan sektor ini dalam menjawab berbagai tantangan sosial, kemanusiaan, dan kebencanaan di Indonesia maupun secara global. Sesi dimulai dengan pemaparan dari para narasumber mengenai pemahaman dasar terkait NGO, peranannya di tengah masyarakat, serta bagaimana NGO berbeda dengan sektor swasta maupun pemerintahan dalam pendekatan dan tujuan kerjanya. Pembahasan kemudian mengerucut pada cakupan bidang kerja NGO yang sangat luas, salah satunya di bidang penanggulangan bencana, yang dibahas secara mendalam oleh narasumber yang memang aktif di bidang tersebut. Para peserta diajak memahami alasan di balik pemilihan fokus kebencanaan, tantangan nyata yang dihadapi di lapangan, serta pentingnya ketepatan sasaran dan keberlanjutan dalam pelaksanaan program sosial.
Selain itu, talkshow ini juga menyoroti peran generasi muda dalam sektor kemanusiaan, yang menjadi salah satu benang merah pembahasan dari seluruh narasumber. Dengan berbagai pengalaman mereka, para pembicara menunjukkan bahwa pemuda bukan hanya pelengkap dalam kerja-kerja kemanusiaan, tetapi justru sering kali menjadi motor penggerak perubahan yang inovatif dan responsif terhadap isu-isu sosial. Narasumber juga menekankan pentingnya menciptakan ruang kolaborasi lintas sektor antara NGO, komunitas, pemerintah, akademisi, dan sektor swasta untuk membangun solusi yang lebih holistik dan berdampak. Tidak hanya membahas secara umum, talkshow ini juga memperkenalkan peran dan fungsi dari NFDMC (National Focal Point for Disaster Management & Climate Change) sebagai salah satu contoh konkrit keterlibatan pemuda dalam kerja-kerja pengurangan risiko bencana di level nasional hingga internasional.
Sebagai penutup, seluruh narasumber memberikan refleksi dan saran kepada generasi muda yang ingin memulai karier di sektor kemanusiaan. Mereka mendorong anak-anak muda untuk aktif terlibat, terus belajar, serta membangun kepekaan sosial dan kemampuan kolaboratif sejak dini. Talkshow ini berhasil memberikan gambaran yang menyeluruh tentang dinamika kerja NGO, potensi kontribusi pemuda, dan pentingnya sinergi antaraktor dalam menciptakan perubahan sosial yang lebih luas dan berkelanjutan.
Dalam pemaparannya, Pak Novi membahas berbagai tantangan dalam mengelola proyek sosial agar tepat sasaran, inklusif, dan berkelanjutan. Ia menyoroti pentingnya manajemen yang responsif terhadap kebutuhan lapangan serta keterbukaan terhadap kolaborasi lintas sektor. Ia juga menekankan bahwa pemuda memiliki potensi besar untuk masuk ke sektor ini melalui jalur kerelawanan maupun pengembangan karier profesional di bidang sosial.
Sementara itu, Mba Rizkia memaparkan pengalamannya di bidang kebencanaan dan alasan memilih fokus tersebut di tengah luasnya cakupan kerja NGO. Ia menjelaskan bahwa kerja kemanusiaan dalam konteks bencana tidak hanya soal distribusi logistik atau evakuasi, tetapi juga menyangkut edukasi publik, manajemen risiko, dan pemulihan sosial jangka panjang. Ia juga memperkenalkan NFDMC (National Focal Point for Disaster Management & Climate Change) sebagai wadah strategis yang menghubungkan pemuda di seluruh Indonesia untuk bersinergi dalam edukasi kebencanaan dan advokasi perubahan iklim berbasis komunitas. Rizkia menekankan bahwa pemuda bukan hanya pelengkap, melainkan kekuatan utama dalam mempercepat transformasi sosial di tengah krisis kemanusiaan.
Sesi tanya jawab yang dimulai pukul 10.25 WIB berlangsung aktif dan penuh antusiasme. Tiga peserta menyampaikan pertanyaan yang kritis dan reflektif. Salah satunya adalah Edith, mahasiswa Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, yang menyampaikan keresahannya mengenai stigma masyarakat terhadap relawan muda. Ia bertanya, “Bagaimana menghadapi persepsi masyarakat yang menganggap kehadiran relawan hanya untuk pencitraan atau sekadar membuat konten?” Pertanyaan ini disambut serius oleh para narasumber. Mba Rizkia menjawab bahwa kunci utama adalah membangun kepercayaan melalui pendekatan partisipatif, serta menunjukkan konsistensi dalam niat dan tindakan. Menurutnya, relawan harus menempatkan diri bukan sebagai “pembawa bantuan”, tetapi sebagai fasilitator dan pendengar aktif yang hadir untuk belajar dan tumbuh bersama