Jalin Asa dari Ankara:  Diplomasi Pendidikan Indonesia Menemukan Rumah Dialog di KBRI Ankara
Jalin Asa dari Ankara: Diplomasi Pendidikan Indonesia Menemukan Rumah Dialog di KBRI Ankara

Ankara siang itu terasa berbeda. Udara musim gugur yang sejuk membungkus halaman Gedung KBRI Ankara ketika rombongan akademisi dari Indonesia tiba dengan senyum hangat, membawa portofolio kerja sama dan mimpi besar tentang internasionalisasi pendidikan tinggi. Di balik map dokumen dan agenda resmi yang mereka bawa, ada satu keyakinan kuat: kolaborasi antarbangsa adalah masa depan perguruan tinggi Indonesia.

Rombongan itu bukan tamu biasa. Mereka adalah para pimpinan fakultas dan akademisi dari tiga perguruan tinggi Islam Indonesia, hadir sebagai representasi semangat baru perguruan tinggi tanah air dalam kancah global.

Delegasi Indonesia dalam pertemuan ini terdiri dari para pimpinan fakultas dan akademisi lintas perguruan tinggi, yakni, Prof. Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si. – Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, Dr. Muhtadi, M.Si. – Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, Dr. Deden Mauli Darajat, M.Sc. – Kepala Pusat Informasi dan Humas UIN Jakarta, Dr. Asep Shodiqin, MA – Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu UIN Bandung, dan Dr. Tata Septayuda Purnama, M.Si. – Dosen Universitas Al-Azhar Indonesia.

Mereka melangkah ke ruang pertemuan bukan sebagai wisatawan akademik, tetapi sebagai utusan kampus Indonesia yang datang untuk mengetuk pintu diplomasi pendidikan.

Student Mobility: Membuka Jendela Dunia bagi Mahasiswa

Begitu diskusi dimulai, suasana langsung cair. Tema pertama — student mobility — langsung memantik antusiasme. Para delegasi membayangkan mahasiswa Indonesia mengikuti semester internasional di kampus-kampus Turki, meneliti isu-isu kontemporer, menyerap budaya baru, dan kembali ke tanah air dengan cakrawala global. Begitu pun mahasiswa Turki ke Indonesia, belajar Islam yang hidup dan membumi dalam keragaman budaya Nusantara.

Seorang diplomat KBRI mengungkapkan dengan penuh keyakinan, “Mobilitas mahasiswa bukan hanya pertukaran akademik, ini pertukaran identitas. Mereka membawa nama Indonesia. Di situlah diplomasi bekerja dalam senyap.”

Ketika tema adjunct professor dibahas, pertemuan menjadi semakin hangat. Bayangkan Prof. Gun Gun Heryanto mengajar komunikasi dakwah di ruang kuliah Turki, atau sebaliknya profesor Turki berbagi wawasan tentang peradaban Islam di ruang kelas Jakarta dan Bandung. Kolaborasi bukan hanya pertukaran gelar dan jabatan — tetapi pertukaran nilai, tradisi intelektual, dan visi masa depan pendidikan Islam.

Dalam sesi ini, diskusi tak lagi terdengar formal; ia menjelma menjadi percakapan sesama cendekiawan yang ingin menyalurkan ilmunya melintasi batas negara.

Ada momen ketika ruangan terasa lebih emosional: saat pengabdian kepada masyarakat (PKM) dibahas. Delegasi Indonesia berbagi cerita tentang pemberdayaan perempuan, literasi digital pesantren, program kemanusiaan, dan kampung binaan. KBRI Ankara menyambut gagasan mengembangkan PKM internasional berbasis diaspora Indonesia dan isu sosial global.

Dan ketika rencana Konferensi Internasional Indonesia–Turki turut dibahas, para peserta seolah sepakat tanpa perlu banyak kata: dunia akademik adalah ruang peradaban, bukan sekadar ruang publikasi.

“Konferensi internasional lintas negara adalah cara kita menyumbangkan gagasan kepada dunia,” ujar salah satu perwakilan delegasi. “Ilmu harus terus bergerak.”

Bukan Sekadar Agenda — Tapi Jalan Panjang Kolaborasi

Pertemuan itu tidak berhenti pada daftar rencana dan jargon akademik. Keduanya sepakat melangkah konkret — menyusun roadmap kolaborasi, membentuk tim koordinasi internasional, dan memulai gelombang pertama student mobility tahun depan. Konferensi internasional Indonesia–Turki juga dijadwalkan sebagai panggung intelektual untuk mempertemukan para pemikir dari dua negara Muslim besar.

Saat kegiatan selesai, suasana kehangatan masih terasa. Foto bersama diambil bukan sebagai dokumentasi formal semata, tapi sebagai simbol tekad bersama untuk berjalan lebih jauh.

Ketika delegasi meninggalkan gedung KBRI Ankara menuju Istanbul, tidak ada satu pun dari mereka yang merasa kunjungan ini hanya seremoni. Mereka datang membawa asa — dan pulang membawa rencana: sebuah gagasan besar bahwa internasionalisasi perguruan tinggi Indonesia bukan lagi slogan, tetapi proses nyata yang sedang berlangsung.

Di kota Ankara yang elegan dan penuh sejarah diplomasi, para akademisi Indonesia meninggalkan jejak kecil — namun bermakna:

bahwa negeri ini punya ilmuwan, pemikir, dan pendidik yang siap membangun kolaborasi global untuk kemajuan ilmu dan kemanusiaan.

Dan perjalanan itu baru saja dimulai.