Bedah Buku “Mengarungi Jejak Merajut Asa 75 Tahun Indonesia Tiongkok” dan Seminar Komunikasi Digelar di FDIKOM UIN Jakarta
Jakarta— Pusat Pengkajian Komunikasi dan Media (P2KM) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan Yayasan Cendekia Muda Madani menggelar acara bedah buku "Mengarungi Jejak Merajut Asa: 75 Tahun Indonesia-Tiongkok" diterbitkan oleh IRCiSod yang dirangkaikan dengan seminar komunikasi, Rabu (28/5), bertempat di Teater Lantai 2 FDIKOM UIN Jakarta. Acara ini menghadirkan para akademisi, penulis, serta praktisi komunikasi untuk membedah hubungan Indonesia-Tiongkok dalam perspektif komunikasi, geopolitik, ekonomi, dan budaya global.
Buku diberikan kata pengantar dari Menteri Luar Negeri RI Bapak Sugiono ini tidak sekedar mendeskripsikan hal ihwal hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok, tetapi secara implisit juga menunjukkan betapa kedua negara di Asia ini perlu memperkokoh kerjasamanya di berbagai bidang sebagai upaya memperkuat politik regional sekaligus menjadi penyeimbang geopolitik global. Buku ini bisa dikatakan komprehensif dari A-Z, dengan mengulas isu mulai dari politik ekonomi hingga kebudayaan; dari era Soekarno hingga Prabowo; dari KAA Bandung hingga BRICS, dari koleksi pers Melayu-Tionghoa higgga China Space Masjid Isitiqlal; dan dari isu anti-imperialisme hingga Perang tarif Trump.
Dekan FDIKOM UIN Jakarta, Gun Gun Heryanto, membuka kegiatan dengan memberikan apresiasi terhadap keberlanjutan karya tulis yang dihasilkan setiap tahun. Ia menekankan pentingnya narasi yang koheren agar bisa menghasilkan dampak yang signifikan dalam konteks kebijakan publik maupun diplomasi komunikasi. Ia juga memberikan gambaran tentang kemajuan Tiongkok di bidang ekonomi dan teknologi.
“Apresiasi harus diberikan pada setiap karya yang ditulis dengan kesadaran penuh. Tanpa narasi yang koheren, sulit bagi sebuah gagasan untuk berdampak luas. Buku ini substansial karena menyentuh geopolitik Indonesia dan Tiongkok yang sangat relevan untuk dipahami secara kritis,” ujar Gun Gun.
“Ketika kita bicara geopolitik, saat ini Tiongkok memiliki peran sentral di percaturan global”, tambah Gun Gun yang juga merupakan pakar komunikasi politik.
Gun Gun menambahkan bahwa buku dapat menjadi alat konstruksi sosial yang kuat, terutama bila digunakan untuk membentuk kesadaran publik secara strategis.
“Buku ini bisa menjadi bentuk inokulasi komunikasi untuk mencegah mobilisasi yang destruktif karena didasarkan pada kesadaran, bukan agitasi. Inilah kekuatan literasi,” tambahnya.
Direktur Eksekutif P2KM UIN Jakarta, Deden Mauli Darajat, mengatakan kehadiran teknologi ramah lingkungan asal Tiongkok seperti kendaraan listrik yang telah digunakan di lingkungan kampus UIN Jakarta sebagai bagian dari inisiatif green campus.
“Kita sedang menyaksikan perubahan besar dalam dunia transportasi dan energi," jelas Deden.
Sesi bedah buku menghadirkan narasumber Ali Rif’an yang menjelaskan bahwa buku ini mencatat evolusi hubungan Indonesia-Tiongkok sejak era Presiden Soekarno hingga Presiden Prabowo. Buku ini juga menyentuh bagaimana konflik masa lalu seperti G30S/PKI sempat merenggangkan hubungan diplomatik, hingga akhirnya memasuki masa rekonsiliasi pada era reformasi dan semakin erat dengan ditingkatkannya hubungan kedua negara ke level Kemitraan Strategis Komprehensif pada tahun 2013.
Wakil Dekan FDIKOM UIN Jakarta, Muhtadi, menambahkan bahwa Tiongkok adalah negara yang berhasil menunjukkan tata kelola pemerintahan yang kuat melalui kebijakan tegas, termasuk pemberantasan korupsi dengan hukuman berat.
“Tiongkok bisa menjadi contoh bagaimana sebuah negara mengatur ekonominya untuk memastikan kesejahteraan rakyat,” katanya.
Penulis Buku, Budy Sugandi mengatakan bahwa proyeksi ekonomi global yang menempatkan Tiongkok dan Indonesia sebagai kekuatan besar di masa depan. “Kerja sama strategis Indonesia-Tiongkok telah terjalin kuat, termasuk dalam proyek-proyek besar seperti kereta cepat, infrastruktur, dan energi terbarukan”, tutur Budy yang juga merupakan Wasekjen PP GP Ansor dan alumni Doktor Southwest University Tiongkok.
Dari aspek politik, dosen FISIP UIN Jakarta, Ali Rif’an menyinggung terkait kemitraan startegis pemerintah Indonesia dengan Tiongkok yang semakin mesra.
“Presiden Prabowo menganggap Tiongkok sebagai mitra penting, hal itu ditunjukkan dengan memilih Tiongkok sebagai destinasi kunjungan kenegaraan perdana”, papar Ali yang juga Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia.
Selain aspek ekonomi, pembicara lainnya Nurul Hidayatul Ummah yang merupakan dosen FDIKOM UIN Jakarta dan Co-chair Y20 (G20) mengungkapkan bahwa pentingnya menjaga nilai-nilai ketimuran di tengah pengaruh budaya barat.
Buku ini dianggap sebagai kontra narasi terhadap dominasi nilai barat, sekaligus menunjukkan bahwa teknologi barat dapat digunakan untuk memperkuat budaya timur.
Menggunakan pendekatan teori framing dan konstruksi sosial, buku ini menunjukkan perubahan citra Tiongkok dari ancaman menjadi mitra strategis. Hubungan diplomatik yang dulu penuh ketegangan kini berubah menjadi kerja sama yang saling menguntungkan.
Acara ditutup dengan ajakan kepada mahasiswa untuk menulis secara aktif sebagai bentuk kontribusi ilmiah dan komunikasi strategis. Acara yang dimoderatori oleh Dedi Fahrudin ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa dan civitas akademika UIN Jakarta.