Analisis Pakar Gelombang Demo Meluas, DPR Diminta Berbenah Komunikasi
Sejumlah elit politik dan pejabat negara kembali menuai kritik setelah pernyataan publik mereka dinilai kurang sensitif. Alih-alih meredam keresahan masyarakat, gaya komunikasi yang minim empati justru memicu kegaduhan baru. Hal ini disampaikan oleh Prof. Gun Gun Heryanto, M.Si., Guru Besar FDIKOM UIN Jakarta, yang menegaskan pentingnya sensitivitas retoris dalam komunikasi pejabat publik.
Menurut Prof. Gun Gun, akar persoalan terletak pada ketidakadilan, ketidakpastian, dan ketidaknyamanan yang sudah lama dirasakan masyarakat. Pernyataan yang tidak tepat, apalagi terkait isu sensitif seperti kenaikan tunjangan, ibarat bensin yang menyulut api kemarahan publik. Minimnya empati dan kehilangan logika kebijakan membuat jarak komunikasi antara rakyat dan wakilnya semakin melebar.
Prof. Gun Gun menambahkan, dalam sistem demokrasi komunikasi kebijakan seharusnya menjadi arus utama. Pemerintah dan legislatif perlu melibatkan partai politik, media, kelompok kepentingan, serta tokoh masyarakat dalam ruang dialog formal maupun informal. Dengan begitu, kebijakan dapat dibangun secara deliberatif sehingga melahirkan rasa memiliki (sense of belonging) dan kepercayaan (trust) dari publik.
Sayangnya, lanjutnya, yang terjadi justru sebaliknya. Arogansi sebagian pejabat dan minimnya kepekaan dalam memahami aspirasi rakyat membuat komunikasi publik terjebak dalam retorika formalitas. Padahal, substansi wakil rakyat adalah mendengar, mengartikulasikan, dan mengeksekusi kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) yang prorakyat, bukan sekadar menampilkan dramaturgi seremonial.
Sebagai langkah konkret, Prof. Gun Gun menekankan tiga hal penting. Pertama, pejabat yang gagal menjaga komunikasi publik perlu diganti melalui mekanisme yang berlaku. Kedua, tindak lanjut nyata dari pemerintah diperlukan, misalnya moratorium kunjungan kerja dan penyelesaian kasus kekerasan yang terjadi. Ketiga, seluruh pihak harus menegakkan prinsip non-violent movement agar demokrasi berjalan dalam bingkai keadaban. Dengan begitu, kepercayaan publik dapat dipulihkan dan stabilitas sosial tetap terjaga.
Sumber: https://youtu.be/ucsb3fTiU2c?si=zt4mBA0r-SkssR9W