Webinar Dampak Pernikahan Dini Perspektif Islam dan Psikologis

Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, saat ini sedang menjalankan Praktikum Profesi Mikro 2021, yang dilaksanakan oleh mahasiswa/mahasiswi semester 6. Jum’at (28/05) kelompok 2 (perkawinan dan keluarga sakinah) telah melaksanakan Webinar: Dampak Pernikahan Dini Perspektif Islam dan Psikologis secara virtual melalui Zoom Meeting dengan tema “Sosialisasi Dampak Pernikahan Dini” dan dihadiri 46 partisipan dari berbagai daerah di Indonesia.
Kegiatan Webinar ini moderatori oleh Novita Melati Arum (Mahasiswa Semester 6), dengan pembiacara Ida Farida, S.Ag (Ketua Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam/FKPAI Provinsi Banten) dan Artiarini Puspita Arwan, M.Psi (Dosen Psikologi FDIKOM). Webinar ini di awali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Hymne UIN, Hymne Dakwah dan Hymne BPI. Setelah itu acara dilanjut dengan pemberian sambutan oleh Ketua Kelompok 2 Praktikum Profesi Mikro, Iqlima Nur Azizah.
Dalam sambutannya, Iqlima menyampaikan bahwa kegiatan webinar dampak pernikahan dini perspektif islam dan psikologis dilaksanakan dengan alasan karena di Indonesia ini kejadian tentang seseorang yang menikah di usia muda sering terjadi, entah karena alasan apa atau dorongan yang lain. Maka dari itu perlu sekali bagi para remaja untuk memahami ilmu mengenai rumah tangga serta dampak apa saja yang akan terjadi ketika seseorang melakukan pernikahan dini. Ia berharap dengan adanya webinar ini kita bisa belajar dan menambah wawasan juga bermanfaat bagi sekitar kita. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada pemateri, dosen pembimbing, para undangan, peserta dan panitia dan meminta maaf jika ada kekurangan.
Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Ibu Nasichah, MA. (Dosen Pembimbing Kelompok 2 Praktikum Profesi Mikro), beliau menyampaikan bahwa tema pada webinar kali ini sangat menarik. Beliau menjelaskan bahwa pernikahan dini ini biasanya terjadi karena beberapa faktor dan tentunya ini ada dampak yang terjadi. Karena secara usia belum matang, alat reproduksinya belum matang. Sementara efek pada pernikahan ini, mungkin akan hamil, melahirkan, bagaimana merawat anak. Ini memerlukan persiapan mental dan kita dalam usia dini tentunya perlu secara alat reproduksi belum matang, secara mental dan psikologi juga belum matang sehingga perlu ada upaya antisipasi dengan kegiatan yang lebih aktif. Beliau juga berharap semoga dengan kegiatan webinar ini kita bisa mengaplikasikan ilmu yang diberikan di kehidupan sehari-hari dan kemudian bisa diterapkan di lingkungan masing-masing.
Kemudian masuk ke acara inti yaitu penyampaian materi pertama oleh Ibu Ida Farida, S.Ag., beliau menyampaikan di awal mengenai pengertian pernikahan dalam fiqh adalah akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafal nikah/kawin. Dilanjutkan dengan memaparkan pernikahan menurut pandangan Pasal 7 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perwakinan (UU/16/2019) mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Beliau juga memberikan contoh kasus pernikahan dini di Indonesia, menurut data BPS menunjukan bahwa Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan angka perempuan menikah sebelum usia 18 tahun tertinggi di Indonesia yaitu 21.1%, yang diikuti Kalimantan Tengah 20.2%. Dalam paparannya, beberapa ulama berpendapat bahwa pernikahan dini diperbolehkan berdasar pada pernikahan Nabi SAW dan Aisyah, dan ada juga ulama yang berpendapat bahwa pernikahan dini tidak dianjurkan namun pendapatnya tidak kuat.
Memasuki materi inti yaitu dampak pernikahan dini perspektif Islam, beliau menjelaskan setidaknya ada 4 dampak yaitu: Meningkatnya angka pengangguran; Munculnya perselingkuhan akibat sering terjadi percekcokan atau pertengkaran antara kedua pihak; Rusaknya moral remaja; dan tingginya angka perceraian disebabkan faktor emosi kedua pihak yang masih labih sehingga tidak dapat memelihara kerukunan dalam rumah tangganya.
Terakhir beliau berpesan untuk para peserta yang belum menikah untuk selalu mengingat bahwa menikah itu harus dengan dasar yang kuat. Jangan sampai menikah hanya karena tekanan sosial, tekanan dari orang tua, ekonomi bahkan menikah karena sudah tidak perawan (banyak terjadi di masyarakat). Ketika niat kita kuat, dia akan tetap kokoh. Karena pernikahan itu bukan hanya seperti halnya manisnya pacaran, kehidupan pernikahan ini sangatlah rumit. Itulah semua yang harus matangkan baik secara psikologis dan agama.
Setelah itu dilanjutkan dengan pemaparan materi ke-2 yaitu dampak pernikahan dini perspektif psikologi yang disampaikan oleh Ibu Artiarini Puspita Arwan, M.Psi. Beliau membagi materinya ke dalam 3 (tiga) pokok bahasan yaitu Mitos dan Fakta mengenai Hubungan Romantis dan Pernikahan, Kesiapan Menikah dan Pernikahan Dini (dampak dan cara mencegah). Di awal pemaparannya beliau memberikan mitos-mitos mengenai pernikahan, salah satunya adalah Pasangan yang bahagia harus melakukan semuanya bersama-sama. Itu artinya ketika kita menikah akan punya partner tentunya, tidak sendirian dalam menjalankan hidup. Tetapi ada area pribadi yang memang dipelukan namun bukan berarti mengabaikan hal-hal yang perlu diperhatikan. Harus ada sinergi, bagi tugas, batasan-batasan juga perlu didiskusikan.
Beliau juga membagi usia menikah menjadi 3 yaitu; Boleh menikah (merujuk pada agama, juga dari UU); Ingin menikah (orang yang berpikir bahwa menikah itu menyenangkan, punya anak lucu,dll); dan Usia Ideal (Normatif diterima, dan punya modal untuk menjalankan sesuatu dengan baik). Dalam pandangan psikologis tentunya pernikahan ini juga terkait dengan tahapan perkembangan seseorang. Perkembangan psikososial di masa dewasa muda (18 – 35 th)/sudah lulus sekolah merupakan masa di mana seseorang bisa menjalin kedekatan atau keintiman bukan hanya terkait hubungan romantis akan tetapi juga komitmen pekerjaan, dan perannya sebagai anggota masyarakatSementara pada remaja tugasnya mengasah minat dan bakat, kemampuan belum memasuki tahap menjalin kedekatan atau intimacy. Jadi idealnya remaja ini fokusnya membentuk identitas, belajar untuk bisa memiliki peran sebagai individu dewasa nantinya. Bukan untuk mengemban tanggung jawab yang berat seperti dalam kehidupan pernikahan.
Memasuki materi ini yaituDampak Perkawinan Usia Anak dan Remaja:
- Krisis percaya diri
- Perkembangan emosi tidak berkembang dengan matang.
- Ganguan kognitif (tidak berani mengambil kepitusan, kesulitan memecahkan masalah, dan terganggunya memori)
- Remeja perempuan yang hamil dan melahirkan rawan mengalami gangguan mental pasca melahirkan (baby blue syndrome), dll.
Perlu menjadi catatan bahwa orang yang menikah diusia matang pun butuh sosial support. Pernikahan dini bukan masalah yang simple dan dampaknya akan sangat banyak dan berefek pada kualitas manusia. Kualitas SDM ditentukan oleh generasi muda. Apabila remaja belum cukup dan menghasilkan generasi yang tidak optimal maka akan kehilangan kesempatan untuk menjadi negara yang maju.
Diakhir beliau juga memaparkan cara mencegah pernikahan dini bagi remaja:
- Sebagai remaja adalah fokus pada tugas perkembangan (mengasah keterampilan sosial, komunikasi, jalani hubungan dengan teman, ikut organisasi, dll).
- Berencana: Penyusunan Peta Hidup dan Pengelolaan Waktu. Jadilah remaja yang berencana, buat proposal hidup. Kalian hidup mau seperti apa?
- Mempersiapkan diri dan memantaskan diri terlebih dahulu.
Setelah materi selesai dipaparkan, sesi selanjutnya adalah sesi diskusi. Pertanyaan pertama di ajukan oleh saudara Arif, beliau bertanya berbicara mengatasi pemahaman atau pemikiran tentang meinkah muda, agar lebih total dalam belajar bagaimana. Pertanyaan kedua di ajukan oleh saudari Salsa beliau bertanya kalau tadi kan sudah dijelaskan bahwa menikah di usia muda itu dampaknya kurang baik, lalu apabila nikah di usia yang terlalu tua itu bagaimana dalam psikologisnya. Pertanyaan terakhir di ajukan oleh saudari Peni, beliau bertanya terkait komitmen sebelum neikah itu penting atau tidak, karena biasanya komitmen sebelum menikah ini sering terjadi kepada pasangan yang ingin menikah nantinya, tetapi meminta kepastian di awal.
Ibu Pita menjawab pertanyaan dari Arif, bahwa ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan terkait pertanyaan yang diajukan yaitu melakukan penetapan sasaran, mencari lingkungan yang baik, eksplorasi, siapkan bekal-bekal, mendukung perkembangan diri dan mempersiapkan sebaik mungkin. Hal-hal itu tinggal dilakukan saja maka kita akan fokus dengan apa yang memang sedang kita jalani sekarang misalnya belajar/kuliah. Juga perlu diingat bahwa jangan bandingkan diri dengan orang lain, tapi bandingkan diri dengan diri sendiri. Dilanjut dengan jawaban yang diberikan oleh Ibu Ida terkait pertanyaan Arif, bahwasanya perlu kita pahami bahwa segala sesuatu itu boleh-boleh saja, hanya saja pada tatanan tertentu pernikahan ini akan menjadi wajib, jikalau memang sudah tidak mampu untuk menahan syahwatnya. Ada beberapa org yang sexnya tinggi (tidak bisa menunda). Meskipun di UU itu 19 tahun tapi ada kebijakan atau dispensasi. Sunnah, ketika kita mampu dalam segalanya, emosi fisik maupun secara materi. Haram ketika berniat untuk menyakiki perempuan. Pesannya kepada Arif, kita akan diberikan yang baik ketika kita sudah melakukan hal yang baik.
Selanjutnya Ibu Pita kembali menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Salsabila, beliau menjelaskan bahwa menikah di usia yang sudah tidak muda lagi akan ada efek fisiologis, ingin punya anak (ada usia ideal juga, hamil anak pertama di atas umur 40 tahun tentunya akan beresiko. Dewasa Tua Secara psikologis,krisisnya adalah generatifity. Ketika seorang usia matang tuntutannya akan lebih banyak, tidak ada social support karena berbeda keadaannya kalo dia hamil di usia 40 atau sudah cukup berumur.
Pertanyaan terakhir yang diajukan oleh Peni Sri dijawab oleh Ibu Ida terlebih dahulu, beliau menjawab kalau tidak memiliki komitmen kita mau kemana? Yang menbuat kita kuat dalam pernikahan adalah komitmen. Kita harus punya visi dan misi dalam pernikahan ini apa (misalnya 5 thn kedepan apa saja yang ingin dicapai). Mimpi-mimpi kita kedepan yag dijalani suami dan istri, akan berujung kesetiaan. Kesetiaan membutuhkan komitmen. Ditambahkan oleh Ibu Pita, bahwasanya, jika kita ingin punya hubungan romantis yang ideal, sempurna. Kita bisa pakai teori segitiga cinta, ada intimacy (kelekatan secara emosiaonal), komitmen (untuk terus bersama-sama untuk berkembang), passion.Komitmen sebelum menikah, itu penting. Ketika kita akan menikah perlu adanya komunikasi dan komitmen satu sama lain di awal.
Setelah semua pertanyaan selesai dijawab oleh para pembicara. Selanjutnya kegiatan webinar dilanjutkan dengan pembacaab do’a yang dipimpin oleh Nur Izzati Rahmah sekaligus menutup kegiatan webinar. Di akhir dilaksanakan foto bersama pembicara, partisipan dan panitia untuk dokumentasi.

Sebelum kegiatan webinar dilaksanakan panitia mengadakan Pre-Test melalui platform menti.com dan di akhir juga ada kesan dan pesan yang diberikan oleh para peserta melalui G-Form terkait webinar yang dilaksanakan.