Seni merajuk semangat kreativitas Mahasiswa

(Sumber : reporter Fajri )
Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Jurnalistik mengadakan acara tahunan Jurnalistik Fair (Jfair) secara hybrid, pada Minggu (31/10). Acara yang menampilkan pameran foto, talk show, dan seni mulai dari teater hingga wayang dengan tema “Cultural Odyssey Throught Unexplored Realm of Journalism” ini merupakan acara puncak dari rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan sebelumnya, yaitu webinar J Expo dan lomba J Contest.
Ketua pelaksana Jurnalistik Fair tahun ini mengatakan sangat senang dan memberikan apresiasi yang sangat tinggi untuk seluruh panitia yang berhasil menyelenggarakan acara ini. Acara ini bertujuan untuk memberikan kebebasan melalui seni untuk melestarikan budaya Indonesia.
“ Jurnalistik dan seni itu sama-sama memiliki suatu kebebasan dan kami turut ingin melestarikan kebudayaan Indonesia. Sebagai mahasiswa, kami memiliki tanggung jawab untuk selalu melestarikan kebudayaan Indonesia,” ujar Maghreza Rifsanjani selaku Ketua Pelaksana Jfair tahun 2021 .
Kepala Program Studi Jurnalistik Kholis Ridho mengapresiasi kegiatan ini karena penting sebagai mahasiswa Jurnalistik untuk melengkapi portofolio dan terus mengembangkan diri.
“Saya sangat bangga dengan kegiatan ini karena kegiatan di tengah pandemi tentu saja tidak mudah, perlu kreativitas dan kerja keras. Tentu saja apresiasi yang sangat luar biasa buat yang berkontribusi untuk kegiatan ini. Jurnalistik Fair itu pada hakikatnya adalah bentuk kurikulum, latihan pengembangan diri di luar kampus yang menjadi pengembangan diri mahasiswa agar kemampuan jurnalismenya terasah di lapangan,” ucap Kaprodi Kholis Ridho.

(Sumber : reporter Fajri )
Dalam acara Closing Jurnalistik Fair kali ini, selain pameran foto dan pagelaran wayang, acara ini juga menampilkan bakat dari mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta, seperti pembacaan puisi dan musikalisasi puisi serta menghadirkan sesi talk show dengan pembicara yang aktif dalam bidang seni kreatif digital atau content creator yaitu Aswin D. C.
“Seni itu tidak bisa lepas dari senimannya, seniman itu menghasilkan karya tersebut, tidak peduli mereka bilang hasil seniman itu jelek, karena seni itu merupakan gambar dari perasaan bagaimana hati kita. Berbicara mengenai digitalitasi, kita tidak bisa pungkiri makin ke sini digital makin berkembang dengan pesat, kita harus bisa menyesuaikan atau beradaptasi dengan era digitalitasi yang sifatnya luas,” Ungkap Aswin
“Seni yang berbentuk digital itu sudah banyak, khusus Indonesia seni digital sudah banyak yg menggunakan, kalau dibilang kurang menghargai segmentasi tertentu kita belom tau, justru malah yang kurang dihargai yang berbentuk fisik seperti pertunjukan wayang,” pungkasnya dalam acara talkshow.
Acara Closnig Jfair ditutup dengan penampilan pagelaran wayang kulit oleh Dalang Fakih Tri Sera Fil Ardhi. Fakih yang merupakan seorang dalang muda sangat andal menampilkan bakatnya kepada mahasiswa dan tamu undangan yang hadir. Meskipun wayang adalah kesenian jawa, namun dalam acara closing jfair ini sang dalan mampu mempersembahkan pagelaran wayang dengan gaya dan Bahasa yang mudah dipahami mahasiswa serta pembahasan cerita alur wayang yang menegaskan tentang kebebasan untuk menyuarakan pendapat.