Kesadaran Literasi di Era Post Truth
FIDIKOM Online— Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan International Lecture dengan tema “Jihadist Islamic Activism in Europe: A Sosio-Antropological Approach” yang menghadirkan Prof. Dr. Brigitte Maréchal, Rabu (15/5). Dipandu moderator Helmi Hidayat, guru besar sosiologi Université Catholique de Louvain, Belgium, itu berbicara selama dua jam di depan sekitar 60 dosen FIDIKOM tentang faktor-faktor sosial-antropologis lahirnya kelompok jihadis dan radikalisme dalam Islam di Eropa Barat umumnya, dan di Belgia khususnya.
Menurut Maréchal, ia meneliti perkembangan kelompok garis keras dalam Islam di negerinya lewat pendekatan sosial-antropologi. Disiplin ilmu ini, kata dia, memungkinkannya melakukan riset dengan pendekatan sosiologi dan antropologi sekaligus. Dengan demikian, kemungkinan salah dalam mengambil kesimpulan bisa diminimalisasi sekecil mungkin. ‘’Dari sini saya bisa menyimpulkan setidaknya ada enam motivasi yang mendorong sejumlah orang tertentu melakukan aksi jihadis atau sikap-sikap radikal dalam mengeksperesikan keberagamaan mereka,’’ jelas Maréchal.
Motivasi pertama ia sebut sebagai altruist motivation, yakni motivasi yang didorong oleh perhatian yang besar dari seseorang terhadap kesejahteraan orang lain tanpa mempedulikan diri sendiri. Altruisme sangat populer dalam banyak budaya dan bahkan dianggap penting dalam ajaran sejumlah agama karena ia mengajarkan antiegoisme. ‘’Ketika seseorang berpendapat bahwa semua orang harus baik lalu masuk surga, ia sesungguhnya punya potensi menjadi seorang jihadis jika keyakinannya itu dipupuk. Apa yang orang lain pandang jelek pun, misalnya melakukan terorisme, dengan ringan ia lakukan asal dengan tindakannya itu dia yakin semua orang masuk surga.’’
Motivasi kedua adalah nihilist motivation, yakni perasaan putus asa dalam diri seseorang akibat kenyataan pahit di sekelilingnya yang dengan itu ia beranggapan tak ada lagi harapan untuk menegakkan norma, aturan, atau hukum kecuali keyakinan dalam dirinya. Seorang jihadis Islam, kata Marechal, akan melakukan apa pun yang ia yakini benar asal situasi tak mengenakkan di hadapannya bisa diubah dengan cepat.
Untuk menjadi pahlawan adalah motivasi ketiga dalam pandangan Maréchal mengapa seorang Muslim memilih jadi seorang jihadis. Menurut dia, semangat heroic motivation ini biasanya dipompakan secara sistematis untuk kalangan terbatas dalam sebuah training tertentu. Pangkal dari dibutuhkannya lahir para pahlawan itu biasanya akibat mereka melihat hegemoni tertentu dianggap selama ini menguasai mereka.
Motivasi keempat adalah need for adventure and freedom. Dalam penelitiannya ia bertemu sejumlah Muslim tertentu yang ingin menjadi jihadis lantaran mereka ingin berpetualang dengan melakukan sejumlah tindakan radikal guna membebaskan kaum mereka dari penindasan. Orang-orang ini merasa selama ini mereka kalah, tertindas, tersubordinasi oleh ideologi lawan yang lebih besar lalu satu-satunya jalan yang bisa mereka lakukan adalah menjadi jihadis Islam.
Motivasi kelima adalah millenarist, apocalipstic and eschatological motivation. Millenarianisme adalah kepercayaan yang timbul dalam kelompok atau gerakan keagamaan, sosial, atau politik yang anggotanya menginginkan segera terjadi transformasi fundamental dalam masyarakat akibat mereka meyakini situasi terkini yang mengungkung sudah sampai pada tahap merusak dan tidak kondusif buat kepentingan mereka. Dengan melakukan tindakan-tindakan jihadis, mereka yakin masuk surga setelah kiamat nanti.
Motivasi terakhir adalah instrumenal or ideological and political motivation. Menurut Marechal, seorang Muslim bisa juga menjadi jihdis lebih karena faktor ideologi dan politik yang diyakininya, bukan karena faktor lain misalnya faktor keyakinan dalam keagamaan mereka. Orang-orang ini melihat Barat, misalnya, lebih maju dibanding Timur dan karena itu posisi ini harus ditawar dengan menampilkan sikap-sikap keras yang kerap dilakukan kaum jihadis Islam.
Maréchal menjelaskan bahwa ajaran Salafy asal Saudi Arabia, Timur Tengah, memainkan peran penting bagi merebaknya gerakan jihadis Islam di Belgia. Aliran Salafy masuk ke Belgia sejak 1960 lewat jalur dakwah dan proses perpindahan penduduk dalam skala kecil. Ia lebih merupakan satu metode dalam Islam yang mengajarkan bahwa syariat Islam harus diajarkan secara murni, tak ada tambahan dan pengurangan, berdasarkan syariat yang ada pada generasi Muhammad SAW dan para sahabat. Penduduk Belgia kini mencapai 11.190.846 orang pada 1 Januari 2015. Dari jumlah itu, sekitar 700.000 orang adalah Muslim yang berakar, atau berasal, dari Syria.