Rapat Kerja Fdikom 2023, Dekan: Perlu Sinergi
[caption id="attachment_11073" align="alignnone" width="1600"] Diskusi Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam Bulanan (27/7). (DNK TV/Jamaluddin Syarif)[/caption]
Program studi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fdikom) UIN Jakarta melakukan diskusi bulanan bertemakan “Gerakan Sosial Ekonomi Kaum Sufi: Menelusuri Spiritual Entrepreneur Jamaah Tarekat Idrisiyyah Pagendingan, Tasikmalaya” yang dibawakan oleh Guru Besar UIN Jakarta Asep Usman Ismail di Ruang Meeting lantai 2 Fdikom, Kamis (27/7).
“Tarekat Idrisiyyah menyebut dirinya neosufisme yang merupakan upaya penegasan kembali nilai-nilai Islam yang utuh. Tarekat Idrisiyyah memurnikannya dengan tiga cara, pertama dengan memurnikan tasawuf yakni mengambil nilai-nilai universal dan meninggalkan yang kontroversial, kedua, menata hati dengan menguatkan kemandirian ekonomi pesantren, dan yang ketiga adalah berbisnis dengan motivasi ibadah serta berkhidmat kepada mursyid,” tutur Asep Ismail dalam diskusi tersebut.
Asep juga mengatakan bahwa bidang perekonomian dibangun atas tiga fondasi, yaitu nilai-nilai keimanan, syariah, dan ihsan. Dengan tiga fondasi ini para pelaku bisnis Idrisiyyah memiliki niat lurus dan visi misi yang benar. Asep mencontohkan yaitu proses kegiatan usaha yang terukur dan terarah dalam menilai hasil usaha menggunakan dua sudut pandang, yakni sudut pandang syariat (duniawi) dan sudut pandang hakikat (ukhrawi).
Adapun usaha Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Fathiyyah atau yang sekarang dikenal sebagai Idrisiyyah di antaranya yang pertama ada Qini Mart, yaitu unit usaha perdagangan seperti supermarket, minimarket, pergudangan dan pusat pelatihan. Kedua yaitu Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Idrisiyyah, yaitu unit usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dari Kopontren. Ketiga yaitu Qini Vaname, yaitu tambak udang vaname dengan luas kelola 15 Hektar dan di pantau di Cipatujah, Tasikmalaya. Terakhir UKM yang meliputi rumah makan, Qini Fashion, Qini Bakery, dipo ikan tawar dan lain sebagainya.
"Menarik sebenarnya penelitian kita hari ini, tapi baik jika menambahkan riset yang harus lebih didalami dengan intens, karena banyak hal yang bisa kita kuak lebih dalam. Karenanya, kita belum bisa menemukan seumpama sebuah kiblat atau buku yang autentik di tempat pengembangan masyarakat islam itu seperti apa," tanggapan salah satu audiens yang hadir pada diskusi tersebut.
Reporter Sahla Nurafifa; Penata Kamera Jamaluddin Syarif; Editor Kaylifa Hasna, Adellia Prameswari, Alda Wahyuni, Mazaya Rizkia