Dewan Pers: Keterbukaan Informasi sebagai Prasyarat Ketahanan Nasional
Jakarta, Kompas – Hari Pers Nasional 2025 menjadi momentum refleksi terhadap kebebasan pers dan demokrasi yang masih menghadapi berbagai tantangan. Dewan Pers mengingatkan pemerintah untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menyediakan informasi kepada publik.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Gagas RI Episode 12 bertajuk “Peran Pers dan Pemerintah di Tengah Tantangan Global” di Studio 1 Kompas TV, Jakarta, Senin (10/2/2025). Acara yang dimoderatori oleh Vice President Sustainability KG Media, Wisnu Nugroho, ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Ketua Dewan Pers 2010–2016 Bagir Manan, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Adita Irawati, Ketua Dewan Pers 2022–2025 Ninik Rahayu, serta pakar komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Haryanto.
Transparansi sebagai Pilar Demokrasi
Dalam diskusi tersebut, Ninik Rahayu menekankan bahwa menghadapi tantangan nasional maupun global memerlukan tata kelola pemerintahan yang baik, yang mensyaratkan transparansi. Menurutnya, pers tidak harus selalu diundang dalam acara resmi seperti konferensi pers, tetapi akses informasi yang luas harus diberikan kepada media.
“Jangan dihalangi, jangan ditutupi, dan jangan hanya mengandalkan rilis resmi. Biarkan rekan-rekan media melakukan investigasi tanpa hambatan. Reformasi keterbukaan informasi publik sangat penting agar pemerintah di tingkat pusat dapat menjadi contoh bagi pemerintah daerah,” ujar Ninik dengan nada tegas.
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dalam menyajikan informasi kepada jurnalis, karena hal tersebut tidak hanya memberikan pemahaman kepada publik, tetapi juga memberdayakan masyarakat dalam melakukan kontrol sosial. Selain itu, ia mempertanyakan sejauh mana partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan, terutama bagi kelompok rentan seperti masyarakat ekonomi lemah, kelompok perempuan yang mengalami diskriminasi, serta penyandang disabilitas.
Tantangan Pers di Era Global
Bagir Manan menyoroti bahwa tantangan pers saat ini berkaitan dengan posisi Indonesia dalam sistem global. Ia mengutip pandangan Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt pada tahun 1944, yang menekankan bahwa tantangan dunia meliputi masalah ekonomi, keamanan, dan kemerdekaan. Bagir mengaitkan hal tersebut dengan kondisi saat ini, di mana kebebasan tidak hanya sebatas kecukupan pangan, sandang, dan papan, tetapi juga keterbebasan dari keterbelakangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
“Kemerdekaan saat ini bukan lagi sekadar bebas dari kolonialisme, tetapi juga bebas dari kesengsaraan dan kemiskinan,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintahan demokratis yang sejati tidak hanya ditandai dengan penyelenggaraan pemilu dan pembuatan peraturan perundang-undangan, tetapi harus benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
Komitmen Pemerintah
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Adita Irawati, menegaskan bahwa pemerintah menganggap pers sebagai mitra dalam menjalankan fungsi check and balances. Masukan dari Dewan Pers akan diterima dan dijadikan rujukan untuk perbaikan komunikasi publik.
“Presiden Prabowo Subianto menempatkan pers dalam posisi penting dalam pemerintahan. Kami di Kantor Komunikasi Kepresidenan juga memandang pers sebagai mitra strategis. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk lebih terbuka, responsif, dan cepat dalam memberikan informasi kepada publik,” ujar Adita.
Ia juga menyatakan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran berkomitmen untuk menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik serta menjadikan pers sebagai pilar keempat demokrasi.
Sementara itu, pakar komunikasi politik Gun Gun Haryanto menambahkan bahwa pers harus tetap berpihak pada kepentingan masyarakat luas dan berperan dalam mencerdaskan publik. Menurutnya, Indonesia sebagai negara demokrasi harus memastikan bahwa pers dapat menumbuhkan kesadaran warga untuk berpartisipasi dalam kepentingan bangsa .
“Kita sering terjebak dalam proseduralisme yang justru menghambat cara berpikir dan bertindak secara kritis. Pers harus menjadi ruang diskusi yang sehat dan menciptakan kesadaran kolektif bagi masyarakat,” pungkasnya.
Gun Gun juga menyampaikan, Pers itu elemen penting dari infrastruktur politik. Ada lima elemen infrastruktur politik yakni partai politik, media massa, interest group, pressure group dan figur atau tokoh politik. Elemen-elemen tersebut, sama pentingnya dengan keberadaan suprastruktur politik seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi harus menjamin kebebasan sipil, salah satunya tentu kebebasan pers. Indeks demokrasi menjadikan indiktor kebebasan sipil sama pentingnya dengan keberfungsian pemerintah, partisipasi politik, pemilu dan pluralisme, serta budaya politik.
Pers harus menguatkan rasio yang berpihak pada kepentingan emansipatoris. Kepentingan publik bukan pada kepentingan kekuasaan yang bersifat sesaat. Jurnalis bukan propagandis. Jika jurnalis bekerja untuk mendedah kebenaran faktual dan memverifikasi kebenaran substansial, propagandis orientasinya pada legitimasi atau delegitimasi. Jika jurnalis harus independen dan profesional, maka progandis bekerja dengan keberpihakannya pada kepentingan seseorang atau kelompoknya.
Pers, bukan ruang hampa. Banyak tantangan mulai dari hirarki pengaruh di internal (level individu, rutinitas media, organisasi, ekstra media juga ideologi), tantangan ekonomi, disrupsi teknologi, politik juga tantangan global. Pers harus tetap memainkan perannya sebagai kekuatan keempat di negara demokrasi. Menjadi suar peradaban, pengontrol potensi kerusakan sambil terus merajut keragaman dalam ragam narasi yang mencerahkan.