
Hi, aku fardhatun nisa mahasiswa semester 5 jurusan kesejahteraan sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mungkin beberapa teman kurang familiar dengan sebutan “pejuang muda” jadi izinkan saya menceritakan sedikit apa itu pejuang muda.
Pejuang muda adalah program dari kampus merdeka yang berkolaborasi dengan kementerian pendidikan, kementerian agama, dan kementerian sosial. Pejuang muda adalah laboratorium sosial bagi para mahasiswa guna mengaplikasikan ilmu dan pengetahuannya untuk memberi dampak sosial secara konkret kepada masyarakat. Melalui program pejuang muda mahasiswa akan ditantang untuk belajar dari warga sekaligus berkolaborasi dengan pemerintah daerah, pemuka masyarakat, tokoh agama setempat serta seluruh stakeholder penggerak sosial di daerah. Dalam hal ini, mahasiswa berperan sebagai agen perubahan sosial, melalui kegiatan pemetaan masalah; identifikasi alternatif solusi; formulasi solusi terbaik; perencanaan sumber daya dan capaian; pengerahan peran serta elemen masyarakat; implementasi dan pelaporan serta pengukuran dampak.
Sebelum saya bercerita lebih jauh tentang pejuang muda, maka akan sedikit saya ceritakan tentang proses apa saja yang sudah dilalui sehingga menjadi bagian dari “pejuang muda”. Awalnya saya diberitahu oleh salah seorang teman untuk ikut program ini, karena ada embel-embel kampus merdeka dan waktu itu saya tau kalo program kampus merdeka hanya bisa untuk universitas dibawah naungan kemendikbud jadi awalnya saya ragu untuk ikut. Namun setelah mencari informasi lebih lanjut mengenai program pejuang muda, ternyata program ini bekerja sama dengan kementerian agama dan ya universitas dibawah naungan kementerian agama dapat mengikuti program ini. H-5 pendaftaran di tutup, saya mulai sedikit demi sedikit menyelesaikan berkas yang diperlukan untuk mendaftar. Mulai dari cv, portofolio dan esai kewirausahaan sosial. Kurang dari 12 jam pendaftaran sudah ada 5212 ribu mahasiswa yang mendaftar program ini, di satu jam terakhir pendaftaran sudah hampir 11 ribu mahasiswa yang mendaftar. Sedikit meragu, bagaimana bisa aku lolos dalam program ini?
Beberapa hari telah berlalu, dan pengumuman berkas pejuang muda dilakukan terdapat 6 ribu mahasiswa yang berhasil lolos dan akan melakukan seleksi LGD
(Leaderless Group Discussions). Proses LGD berlangsung di hari kerja tepatnya di hari kamis, dimana hari itu juga saya ada perkuliahan dan ya bisa kalian tau itu membuat bingung dan tidak fokus. Jadi setelah perkuliahan selesai, saya mengikuti proses LGD, saat proses LGD berlangsung saya memberanikan diri untuk menjawab dan berdiskusi mengenai masalah kebencanaan alam, hal-hal apa saja yang akan dilakukan ketika mengunjungi daerah yang sedang mengalami bencana, serta hal apa yang harus dilakukan setelah bencana selesai.
Proses seleksi berkas dan LGD selesai, saat itu saya dikabari oleh seorang teman kalau saya lolos dan menjadi bagian dari pejuang muda. Alhamdulillah, sedikit tidak percaya, bagaimana bisa? Dan yang diterima hanya setengah dari 11 ribu mahasiswa yang mendaftar. Bersyukur, tentu saja.
Setelah semua proses selesai, saya mendapatkan penempatan di kota metropolitan Indonesia yaa Ibu Kota Jakarta, lebih tepatnya di Jakarta Pusat. Kota yang sudut-sudutnya katanya tidak pernah redup, gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, institut pemerintahan dimana-mana, transportasi? Tersedia dalam banyak rupa. Dengan segala kemajuan infrastruktur dan fasilitas umum yang telah dicapai, harusnya Jakarta Pusat menjadi kota yang sejahtera dan nyaman. Namun, dibalik gemerlapnya gedung-gedung dan lampu-lampu di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin, masih banyak bilik-bilik rumah kumuh yang tersembunyi, lorong-lorong kecil nan gelap yang bahkan tidak dapat ditembus oleh cahaya di siang hari.
Melalui program pejuang muda ini, saya berkesempatan untuk turun langsung ke daerah kumuh yang biasanya hanya bisa dilihat dan didengar dari buku yang saya baca, atau ketika presentasi di kelas berlangsung. Setelah hampir 3 bulan berada ditengah-tengah masyarakat ibu kota, saya merasa mendapat banyak pelajaran terutama dalam hal bersyukur terhadap apa yang diri sendiri ini miliki.
Di salah satu kelurahan yang dikunjungi oleh saya dan tim, terdapat sebuah rumah yang ditinggali oleh 7 hingga 10 kepala keluarga. Rumah-rumah tersebut biasanya disebut sebagai “rumah burung”. Untuk sekedar beristirahat dengan nyaman pun mereka harus bergantian. Apalagi rumah tersebut tidaklah luas maupun besar, bahkan bangunan rumah tersebut hanya terbuat dari triplek dan kayu, tidak memiliki sirkulasi udara, sanitasi dan tidak memiliki fasilitas membuang air besar. Miris, menyaksikannya, karena mau dilihat dari sisi manapun, jauh dari kata layak untuk dihuni. Ini bukanlah, kondisi sosial yang ideal untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan, pola hidup sehat, dan kesehatan lingkungan yang baik bagi kehidupan masyarakat.
Secara garis besar, tugas dari pejuang muda adalah melakukan verifikasi dan validasi data kesejahteraan sosial dan melakukan proyek sosial. Pada saat melakukan verifikasi dan validasi data terpadu kesejahteraan sosial, saya pribadi banyak menyaksikan dan mendengar keluh kesah dari masyarakat-masyarakat yang terpinggirkan di pusat kota. Bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah, semata-mata bersifat top down dari atas ke bawah dan hal tersebut membuat masyarakat bergantung terhadap bantuan-bantuan yang diberikan. Melalui proyek sosial yang dijalankan oleh saya dan tim, walaupun belum dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang ada di pusat kota yaitu kemiskinan dan permukiman kumuh hingga ke akarnya. namun melalui program pejuang muda ini, saya berharap untuk dapat sedikit membantu menyuarakan suara-suara yang tidak terdengar di tengah hiruk pikuk perkotaan, jangan lupa di tengah Ibu Kota Jakarta masih banyak masyarakat yang memerlukan bantuan dari kita. Terimakasih.