Webinar Nasional Prodi BPI “Masalah Komunitas di Masa Bencana Nasional Covid-19: Optimalisasi Peran Penyuluh Agama”

Meeting room: Rabu, 03/06/2020 –Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan WEBINAR NASIONAL atau Seminar Nasional Berbasis Web dengan mengangkat tema umum “Masalah Komunitas di Masa Bencana Nasional Covid-19: Optimalisasi Peran Penyuluh Agama”. Webinar nasional yang kali kedua dilakukan Prodi BPI ini menghadirkan para pakar di bidangnya masing-masing terkait tema yang diusung antara lain: Dicky C. Pelupessy, M.DS., Ph.D selaku Dosen dan Wasekjen Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia, kemudian Fauzun Jamal, MA., Ph.D selaku Dosen Prodi BPI FIDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengampu Mata Kuliah Hadits Tematik BPI, dan Dr. M. Taufik Hidayatullah, M.Si selaku Praktisi Penyuluh Agama Islam Fungsional Kementerian Agama RI.
Webinar nasional ini menarik minat berbagai kalangan dilihat dari besarnya atensi (calon) peserta yang mendaftar untuk mengikuti webinar. Jumlah peserta yang sudah mendaftar webinar sampai H-1 sebanyak 447 orang terdiri dari Penyuluh, Konsultan, Dosen, Guru, Mahasiswa, Pustakawan, dan Tenaga Kepandidikan yang dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.


Dr. Siti Napsiyah, BSW, MSW selaku Wakil Dekan I diamanatkan Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk membuka kegiatan webinar ini. Dalam sambutannya dikatakan bahwa pimpinan fakultas mengapresiasi setinggi-tingginya kepada prodi atas terselenggaranya kegiatan ini. “Atas nama dekanat, atas nama pimpinan, kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Prodi BPI UIN Jakarta atas prakarsanya untuk menyelenggarakan sebuah webinar nasional yang bertema “Masalah Komunitas di Masa Bencana Nasional Covid-19: Optimalisasi Peran Penyuluh Agama”.
Selain itu tidak lupa Dr. Napsiyah menyapa para narasumber dan para peserta dari berbagai wilayah se-Indonesia yang sudah tergabung di ruang online. Harapannya webinar ini menjadi media untuk kedepannya dapat berkolaborasi yang produktif dan memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu BPI di lingkup asosiasi internal maupun secara akademik di perguruan tinggi.
Adapun Dicky Pelupessy, Ph.D selaku narasumber pertama menyampaikan materi tentang “Masalah Sosial, Psikologis dan Spiritual Komunitas di Masa Bencana Nasional Covid-19” sebagai hasil studi sosial covid-19 terkait Pelaksanaan PSBB dan Dampaknya terhadap Ketahanan Masyarakat. Menurutnya pandemi covid-19 secara sosial dalam artian aktifitas perekonomian memiliki dampak yang cukup besar atau signifikan terhadap ketahanan masyarakat. Meskipun kemudian ada upaya bantuan dari pemerintah dengan istilah jaring pengaman sosial akibat diterapkannya pelaksanaan PSBB, namun program tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. ”Lebih dari 70 persen mengatakan bantuan yang diterima itu tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan atau mereka butuhkan”.
Apabila dilihat dari asas manfaat, program tersebut tetap memiliki manfaat meskipun belum jelas sampai kapan manfaat tersebut dapat dirasakan karena kondisi yang ada penuh ketidakpastian “Jadi memang secara umum dikatakan kemanfaatannya ada, tetapi yang menjadi isu di sini adalah seberapa lama dia (program bantuan) bisa bermanfaat, karena kita tahu ya sebetulnya situasi covid-19 ini situasi penuh ketidakpastian, kapan akan selesai, kapan ada obat, kapan ada vaksin persisnya ada siap didistribusikan”.

Akhir paparan materi pertama narasumber menukil pernyataan Dynes (1977) terkait aksi dan adaptasi sebuah komunitas dan pernyataan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 terkait gotong royong sebagai sebuah faham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan. Kesimpulannya kalau mau menyelesaikan bencana pandemi covid-19 ini, mau tidak mau harus aktif dan adaptif dalam khasanah gotong royong di komunitas. “Ini kalimat yang pas menggambarkan spiritualitas dan bukan yang spiritual karena dia berbicara usaha, tetapi juga amal, tetapi dia juga satu pekerjaan, dan kalau kita selesaikan pekerjaan ini, amal ini bersama-sama, kalau menurut Russell Dynes kita akan bisa memperkecil dampak dari pandemi ini” Pungkasnya.

Materi kedua Webinar BPI disampaikan Fauzun Jamal, MA, Ph.D tentang “Tinjauan Al-Quran, Hadits, dan Sejarah Islam terkait Pandemi dan Permasalahannya”. Dalam materinya disampaikan bahwa dalam sejarah islam pandemi ini dapat dilihat pada masa sebelum islam, masa sahabat dan masa Bani Umayyah, Abasiyah dan setelahnya.
Pandemi sebelum islam misalnya ada Wabah Cacar (1000 SM), Wabah Campak (400 SM), dan Wabah Justinian (541-542) yang menelan sekitar 25 juta korban manusia. Adapun wabah pada masa sahabat adalah wabah Emmaus sebagai kelanjutan dari wabah Justinian. “Wabah Emmaus ini terjadi pada masa Umar bin Khatthab. Ini menjadi tercatat dengan baik di dalam sejarah karena ada hal-hal yang kemudian menjadi kesimpulan-kesimpulan di dalam berinteraksi dengan wabah”. Pernyataan tersebut dikuatkan dengan menukil pernyataan Umar bin Khatthab yang dikenal luas terkait wabah “Kami menghindari takdir Allah menuju takdir Allah”.
Adapun wabah yang sering terjadi pada masa Khalifah Bani Umayyah mencapai sekitar 20 kali yang tercatat dalam kitab-kitab sejarah. Ada wabah terbesar misalnya Wabah Muslim bin Qutaibah (131H/740M) yang terjadi di akhir pada fase pertama kekhalifahan Banni Ummayah. Pada masa wabah tersebut menjadi sebuah kesimpulan kondisi lemahnya kekhalifahan Banni Umayah karena cukup banyak korban akibat wabah tersebut. Adapun wabah pada Bani Abbasiah terjadi terus berulang sampai tahun 136H/754M. Pemateri kedua menyimpulkan bahwa kondisi kerusakan yang bersifat pada wilayah tertentu harus diletakkan pada kerusakan yang umum. Islam ini pada dasarnya menjaga agama, menjaga diri, akal kemudian menjaga harta itulah prinsip yang dipegang. “Kalau harus keluar tetap menggunakan masker misalnya, dan betul-betul mengedepankan apa yang disebut dengan keselamatan diri, jiwa karena itu yang kemudian diutamakan dalam islam, ya menjaga jiwa, menjaga diri, dan itu diutamakan dalam islam”.
Selepas paparan materi kedua, webinar yang dimoderatori oleh Muhtar Mochamad Solihin, M.Si ini diselingi tanya jawab dari peserta kepada narasumber pertama dan kedua. Adapun peserta terpilih yang diberikan kesempatan bertanya adalah Bpk Lalu Fahmi Husain dari NTB dan Ibu Azizah Herawati dari Magelang Jawa Tengah. Akhir diskusi termin pertama ini dilanjutkan paparan materi pamungkas oleh Dr. M. Taufik Hidayatulloh selaku Penyuluh Agama Islam Fungsional Kemenag RI dengan tema khusus “Strategi dan Solusi Kepenyuluhan Agama di Masa Bencana Nasional Covid-19”.

Dr. Taufik di awal paparan materinya menyampaikan informasi penting terkait peluang dan tantangan Penyuluh Agama Islam di era 4.0 menuju 5.0 terutama dalam kondisi pandemi covid-19. Kemudian, penyuluhan agama baginya dimaknai sebagai suatu sistem yang saling terkait dengan sistem lainnya. Gambaran tentang hubungan antar sistem dalam penyuluhan agama tersebut diuraikan menggunakan analisis Black Box dari Norbert Weiner (1961). Dalam analisis Black Box tentang sistem penyuluhan digambarkan dengan subsistem-subsistem yang saling terkait dimulai dari input terkendali dan tidak terkendali, input lingkungan, masuk ke dalam black box kemudian menghasilkan ouput dikehendaki dan tidak dikehendaki yang kemudian kembali ke subsistem awal dengan istilah manajemen sistem.
Narasumber yakin bahwa analisis black box ini bisa digunakan sebagai landasan bagi penyuluh untuk mencapai tujuan penyuluhan agama yang direncanakan. “Maka kaitan antara sistem dan subsistem ini sangat mempengaruhi terjadinya hasil atau output (penyuluhan) yang diharapkan”.
Meskipun demikian, penyuluhan sebagai suatu proses untuk mengubah perilaku masyarakat bukanlah hal yang cukup mudah untuk dilakukan. Mengambil satu contoh kasus di Los Molinos, Peru, narasumber menunjukkan contoh nyata betapa cukup sulitnya mengubah kebiasaaan (perilaku) suatu komunitas atau masyarakat. Dalam contoh tersebut dijelaskan bahwa penyuluhan selama 2 tahun yang dilakukan oleh Nelida (Lembaga Kesehatan Peru) dan dokter di suatu desa yang ada di Peru agar masyarakat mau untuk terbiasa memasak air minum keluarga, namun tidak berhasil. Hal tersebut dilihat dari jumlah masyarakat yang akhirnya menerapkan kebiasaan baru hanya sekiar 5 persen saja dari jumlah 200 keluarga yang mendapatkan penyuluhan.
Sulitnya mendapatkan perubahan perilaku yang direncanakan (penyuluhan) tersebut tidak terlepas dari faktor-fakror perubahan itu sendiri. Dalam hal ini narasumber mengambil hasil kajian Everret M. Rogers (1983) yang menjelaskan bahwa beberapa faktor terkait perubahan karena disonansi inovasi (sikap dan keputusan) yang berujung pada konsekuensi negatif, kurang mampu membangkitkan kebutuhan klien, kelompok acuan kurang dirangkul, dan kurang dapat memosisikan diri.
Akhir kesimpulan materi pamungkas, narasumber menyimpulkan bahwa seorang penyuluh harus mampu lebih dulu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan misalnya mengoperasikan media sosial sebagai upaya memaksimalkan kegiatan penyuluhan. Hal tersebut mengingat bahwa cukup banyak manfaat media sosial (teknologi informasi) sebagai sumber belajar. Salah satu manfaat tersebut misalnya mengembangkan praksis penyuluhan untuk membantu jamaah agar mereka dapat membantu diri mereka sendiri.
“Nah pada kampanye soal rumah ibadah menggunakan protokol covid-19 ini, perlu disiapkan ahli pengetahuan teknik. Setidaknya adalah pengelolaan situs rumah ibadah tentunya, dan pengetahuan tentang prinsip atau dalam bahasa agama kita disebut dengan toharoh melalui misalkan penyediaan buku panduan”. Ungkapnya. Narasumber kemudian menegaskan pentingnya suatu pendampingan dalam proses penyuluhan agama, terutama terkait strategi kampanye penanganan covid-19 dari pemerintah pusat. “…dan ingat satu hal yaitu pendampingan, dimana di situ penyuluh akan memainkan peran yang penting. Nah ini yang harus diperhatikan ketika menerapkan strategi di hulu” Pungkasnya.
Paparan materi pamungkas berakhir, dilanjutkan diskusi kedua yang mana peserta yang mendapatkan kesempatan bertanya antara lain Ibu Dzurrotun Ghola dari Jakarta Selatan, Ibu Elvi dari Bogor dan Ibu Ifrotul Hidayahd selaku Ketua Pokjaluh Ponorogo Jawa Timur. Selepas diskusi selesai webinar nasional prodi BPI yang dipandu oleh moderator ditutup dengan bersama-sama mengucapkan Alhamdulillahirabbilalamin. (mms/mar)
Link video di sni: Webinar BPI:”Masalah Komunitas di Masa Bencana Nasional Covid-19:Optimalisasi Peran Penyuluh Agama”
*Liputan ditulis oleh moderator dan sudah tayang juga di link ini Webinar Nasional Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) fdikom Mengusung Tema “Masalah Komunitas di Masa Bencana Nasional Covid-19: Optimalisasi Peran Penyuluh Agama”