Fundraising Islam di Era Digital:  Jalan Baru Dakwah Sosial yang Transformatif*
Fundraising Islam di Era Digital: Jalan Baru Dakwah Sosial yang Transformatif*


WhatsApp Image 2025-06-19 at 7.27.26 PM

Jakarta, 19 Juni 2025 , Di tengah derasnya arus digitalisasi dan transformasi teknologi, gagasan Asep Usman Ismail dalam forum Studium Generale Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam tentang “Revitalisasi Fundraising Islam di Era Digital” membuka ruang penting bagi kita untuk merefleksikan kembali praktik fundraising sebagai bagian dari gerakan dakwah Islam yang lebih luas. Namun untuk menjadikannya lebih substansial, kita perlu mengkritisi dan menegaskan kembali: apakah fundraising di era digital hanya persoalan strategi penggalangan dana, atau sesungguhnya ini adalah bagian dari dakwah sosial yang lebih dalam?

Inilah letak pentingnya perspektif Ilmu Dakwah: ia tidak berhenti pada tataran manajerial dan teknis, tetapi menggali dimensi spiritual, etis, dan transformasional dalam setiap praktik keislaman, termasuk dalam hal fundraising.

Fundraising: Dari Sekadar Pengumpulan Dana ke Dakwah Bil Mal

Fundraising dalam Islam sejatinya bukanlah inovasi modern. Islam sejak awal menekankan pentingnya solidaritas sosial melalui zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf (ZISHiWAF). Ayat zakat dalam QS at-Taubah [9]: 60, menyebut delapan kelompok mustahik yang menjadi representasi problem sosial—kemiskinan, ketidakadilan, perbudakan, pengasingan, dan ketercerabutan dari sistem sosial.

Namun, dalam kacamata Ilmu Dakwah, zakat dan sedekah bukan sekadar distribusi harta, tetapi medium dakwah bil mal: dakwah melalui harta yang menyambungkan muzakki dengan mustahik dalam satu ikatan kasih sayang dan keadilan sosial. Dakwah semacam ini tidak hanya menyelesaikan kebutuhan jangka pendek, tetapi merancang transformasi sosial jangka panjang.

Disrupsi Digital: Antara Peluang dan Keresahan Etis

Asep UI menggarisbawahi bahwa era digital telah mengubah wajah fundraising. Platform seperti Kitabisa.com, AyoPeduli, dan BenihBaik, serta media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube Shorts membuka akses luar biasa luas bagi lembaga filantropi Islam untuk menjangkau donatur dari berbagai lapisan masyarakat. Kampanye bisa dikemas kreatif, emosional, dan viral—mampu mengumpulkan dana miliaran hanya dalam hitungan hari.

Namun, di sinilah kita perlu mengajukan pertanyaan kritis dari perspektif Ilmu Dakwah: apakah fundraising digital hari ini masih mendekatkan umat pada nilai-nilai keislaman, atau justru terjebak dalam komodifikasi kemiskinan dan performa visual yang dangkal?

Ketika citra mustahik ditampilkan demi menarik simpati donatur tanpa perlindungan martabat dan narasi yang memanusiakan, kita justru tergelincir pada apa yang disebut poverty porn. Alih-alih berdakwah, kita mungkin sedang memperdagangkan penderitaan.

Spirit Dakwah dalam Revitalisasi Fundraising

Revitalisasi fundraising Islam di era digital harus dikembalikan pada prinsip-prinsip dakwah profetik yang bersandar pada tiga dimensi: humanisasi, liberasi, dan transendensi. Ini berarti:

1.    Fundraising harus memanusiakan mustahik—dalam setiap narasi, visual, dan testimoni.
2.    Fundraising harus membebaskan—dari kemiskinan, ketergantungan, dan stigma sosial.
3.    Fundraising harus mengangkat nilai spiritual—mengajak muzakki berdonasi bukan karena kasihan, tapi karena kesadaran tauhid sosial.

Dengan prinsip ini, maka setiap kegiatan fundraising menjadi bagian dari dakwah yang menumbuhkan kesadaran kolektif, membangun solidaritas keumatan, dan merancang perubahan sosial secara berkelanjutan.

Dari Mustahik Menjadi Muzakki: Fundraising sebagai Strategi Dakwah Pemberdayaan

Salah satu dimensi yang sering luput dari perhatian dalam fundraising digital adalah orientasi jangka panjang. Banyak kampanye berhenti pada distribusi bantuan—padahal Ilmu Dakwah mendorong model dakwah pemberdayaan yang mentransformasikan mustahik menjadi subjek perubahan.

Fundraising yang bernilai dakwah bukan hanya menghimpun dana, tetapi mengembangkan sistem yang memungkinkan mustahik hari ini menjadi muzakki di masa depan. Itulah bentuk keberlanjutan dakwah bil hal—dakwah yang menghadirkan solusi nyata dan berkeadilan.

Catatan Penutup: Fundraiser sebagai Da’i Digital

Revitalisasi fundraising Islam di era digital bukan semata mengadaptasi media baru, tetapi membangun kembali orientasi dakwah dalam setiap aspek penggalangan dana. Fundraiser hari ini bukan hanya pengelola dana, tetapi juga da’i yang bertugas mengkomunikasikan nilai, membangun kepercayaan, dan menyambungkan hati antara umat yang memberi dan yang menerima.

Dalam dunia yang makin cair dan penuh noise digital, dakwah melalui fundraising adalah peluang membangun narasi alternatif yang lebih manusiawi, religius, dan transformatif. Dari situlah Ilmu Dakwah bisa terus berperan sebagai kekuatan pembaruan yang tak hanya berbicara dari mimbar, tapi bergerak melalui data, digital, dan dedikasi sosial. (srlk)

* Tulisan ini merupakan pengembangan dari respons kritis terhadap materi Prof. Asep Usman Ismail dalam Studium General Prodi PMI FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 19 Juni 2025 di Ruang Teater Prof. Dr. H. R. Husnul Aqib Suminto. Didedikasikan untuk mendorong pemikiran strategis dan reflektif dalam membangun gerakan dakwah yang lebih kontekstual dan berdampak sosial nyata di era digital.